Jumat, 24 April 2009

Diskursus Tahap Pertama CAIREU Berakhir


Diskursus tahap pertama yang diadakan Center for Acceleration of Inter-Religious and Ethnic Understanding (CAIREU) STAIN Pontianak berakhir hari ini, Kamis (23/04). Diskursus seputar teori konflik dan penanganannya yang disampaikan Direktur CAIREU, Eka Hendri ini dihadiri beberapa aktivis mahasiswa, seperti Lembaga Perlindungan Anak (LPA) dan Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI).

Menurut Ketua Presidium PMKRI Santo Thomas More Pontianak, Hendrikus Adam, kegiatan ini sangat bermanfaat terutama bagi orang-orang atau lembaga yang memang concern di bidang perdamaian.

“Saya sangat mengapresiasi kegiatan ini, karena urusan konflik dan perdamaian adalah urusan kita semua. Pada diskursus ini saya mendapat ilmu baru mengenai teori-teori konflik dan bagaimana penyelesaiannya”, ujar Adam.

Dalam diskusi kali ini, Eka memaparkan tentang cara terbaik menyelesaikan konflik. Menurutnya, konflik hanya bisa diselesaikan oleh pihak yang terlibat konflik itu sendiri. Solusi-solusi yang ditawarkan berupa negosiasi dan mediasi dengan melibatkan pihak ketiga yang dipercaya oleh kedua pihak yang bertikai dan benar-benar tidak memihak kepada salah satu pihak yang memiliki permasalahan.

“Untuk menyelesaikan konflik diperlukan kerjasama kedua belah pihak yang berkonflik. Pihak ketiga sebagai mediator atau negosiator juga harus berasal dari pihak yang netral, tidak ‘berat’ pada salah satu pihak dan tentunya telah terlatih sebagai mediator yang sudah dipercaya oleh kedua belah pihak”, kata Eka.

Eka mengharapkan, pada diskursus tahap kedua nanti, respon masyarakat umum dan aktivis mahasiswa lebih besar karena ilmu-ilmu seputar konflik dan penyelesaiannya merupakan ilmu terapan yang dibutuhkan di masyarakat.

“Pada diskursus kedua nanti, kami lebih menekankan pada praktek penyelesaian konflik karena saya pikir ini adalah ilmu terapan yang kasusnya sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Dari hal yang paling kecil dulu lah, seperti permasalahan keluarga, bagaimana mediasi yang kita lakukan antara kedua belah pihak yang bermasalah. Semakin sering berlatih maka semakin kita memahami bagaimana solusi terbaik dari konflik itu sendiri”.

Kamis, 23 April 2009

Atasi Masalah dengan Mediasi


Jalan positif untuk mengatasi setiap permasalahan adalah dengan mediasi. Hal tersebut ditegaskan oleh Direktur Center for Acceleration of Inter-Religious and Understanding (CAIREU) STAIN Pontianak, Eka Hendri, AR saat ditemui di kantornya, Rabu (22/4). Menurutnya, sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung No. 1 tahun 2008 yang mengharuskan setiap kasus perdata yang akan ke pengadilan sebelumnya melalui jalur mediasi.

Hal senada diungkapkan oleh Direktur Walisongo Mediation Center (WMC) IAIN Walisongo Semarang, Prof. DR. Ahmad Gunaryo pada saat kunjungannya ke CAIREU beberapa waktu lalu (15-16 April 2009). Kedatangan Ahmad Gunaryo pada waktu itu membahas mengenai penguatan kapasitas organisasi mediasi, peluncuran situs caireu dan sosialisasi mengenai peraturan mahkamah agung tersebut.

“Kami dari CAIREU sedang berusaha memberikan sosialisasi mengenai peraturan mahkamah agung tersebut. Jadi, setiap kasus perdata harus melalui tahap mediasi terlebih dahulu sebelum ke lembaga peradilan, mediasi itu bisa dilakukan baik perorangan maupun lembaga yang telah mendapatkan sertifikat dari Mahkamah Agung”, ujar Eka.

Menurut Eka, saat ini CAIREU tengah menyiapkan rencana untuk membantu hakim-hakim di Pengadilan Agama seputar peraturan tersebut. Di samping itu juga CAIREU berupaya untuk menjalin kerjasama dengan lembaga peradilan guna mensosialisasikan peraturan itu.

“Saat ini kami tengah mensosialisasikan peraturan tersebut kepada masyarakat, jadi mereka tahu adanya aturan baru seputar kasus perdata ini”, ujarnya.

Sambil melakukan sosialisasi, CAIREU juga intensif melakukan kegiatan-kegiatan seputar mediasi. Baik itu kajian maupun pelatihan seputar perdamaian dan konflik.

“Selain kajian, kami juga intensif melakukan training seputar perdamaian dan konflik. Selain itu, kami mencoba mengembangkan potensi menulis dengan situs yang baru saja diluncurkan. Jadi, untuk mengakses informasi, atau artikel yang ditulis oleh anggota maupun volunteer CAIREU, masyarakat bisa mengakses melalui situs www.caireu-mediasipontianak.com”, kata Eka mengakhiri pembicaraan.

Rabu, 22 April 2009

Wajah Demokrasi Indonesia

Pemilihan umum yang tengah berlangsung di Indonesia merupakan salah satu wujud demokrasi yang diagung-agungkan di republik ini. Katanya dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Maka dari itu, proses pemilihan umum yang dilakukan pun berbeda dari yang biasanya. Semuanya atas nama rakyat. Pemilihan umum legislatif kali ini merupakan jalan bagi para calon untuk menerapkan demokrasi dalam artian yang sesungguhnya. Rakyatlah yang berperan penting dalam proses ini. Oleh karena itu, terkadang suara-suara rakyat pun coba ‘dibeli’ oleh mereka yang ingin duduk di kursi panas dewan legislatif. Diimingi dengan beragam janji, rakyat tergugah untuk meramaikan pesta demokrasi kali ini.
Akan tetapi, sepertinya demokrasi di Negara Indonesia tercinta ini belum sepenuhnya murni demokrasi yang sesungguhnya. Buktinya bisa dilihat di beberapa belahan bumi di Indonesia. Pelanggaran terjadi dimana-mana, tuntutan ‘meraung-raung’, demo merajalela, semua terjadi demi terwujudnya demokrasi yang sesungguhnya di bumi pertiwi ini. Semua orang berlomba-lomba mendapatkan simpati masyarakat untuk naik sebagai pejabat di negeri ini. Demi kepentingan siapa? Atau untuk apa?
Pemilihan umum legislatif ini bisa jadi sebagai gambaran awal pemilihan presiden mendatang. Walaupun hasil akhir belum terlihat, kisruh seputar calon presiden dan calon wakil presiden yang akan bertanding di kancah perpolitikan semakin memanas. Masyarakat sudah bisa menilai siapa yang nantinya akan mereka pilih sebagai pemimpin nomor satu di Negara ini. Oleh karena itu, isu-isu miring dan panas pun mulai terlontar dari berbagai pihak yang notabene akan bertarung dalam perebutan kursi panas presiden. Hujatan dan pernyataan yang saling menjatuhkan memenuhi media massa di seantero negeri ini.
Para tim sukses mulai beraksi di lapangan untuk mencari massa. Segala cara dilakukan bahkan dengan ‘membayar’ suara rakyat. Akan tetapi, sepertinya rakyat Indonesia sekarang ini sudah lebih cerdas dalam memilih dan menentukan siapa presiden yang paling cocok untuk mereka. Walau terkadang mereka menerima uang yang diberikan, suara mereka tetap tidak bisa dibeli dengan uang tersebut. ‘Pembeli-pembeli’ suara rakyat itu telah dibodohi. Tanpa mereka sadari, rakyat telah lebih pintar. “Dikasih uang ya diambil, masak dibiarkan, urusan suara belakangan”, begitu pernyataan yang sering terlontar dari mulut masyarakat.
Miris, melihat orang-orang penting di Negara ini beradu pendapat. Tanpa memperhatikan rakyat-rakyat dibawahnya yang mulai muak melihat dan mendengarkan pertengkaran mereka. Tak bisakah mereka mencontoh strategi politik Obama saat menyusun kabinet? Obama mengajak Hillary Clinton, rivalnya pada saat pencalonan bakal calon presiden Amerika Serikat, masuk dalam jajaran kabinetnya. Calon lawan yang menjadi kawan. Di Indonesia malah sebaliknya, apabila tidak naik jadi orang nomor satu maka tidak akan mau ditarik di jajaran pemerintahan dan akan menggunakan segala cara untuk menjatuhkan pemerintahan lawan. Tak pernah jadi kawan.
Tak bisakah para petarung dunia perpolitikan itu berpikir, siapapun yang akan naik nanti semuanya demi kepentingan bangsa Indonesia. Tak perlu jadi orang nomor satu untuk memajukan Indonesia. Apabila memang ingin melihat kesejahteraan rakyat Indonesia, kita harus sama-sama berjuang untuk mewujudkannya. Pemerintah, aparat, pekerja sosial, media bahkan rakyat itu sendiri, bersatu membangun Indonesia. Oleh karena itu, persaingan sehat disertai tindakan dan pikiran yang positif sangat diperlukan dalam ‘pertarungan’ ini. Konflik itu perlu, tapi bagaimana solusi terbaik untuk menyelesaikan setiap konflik dengan positif.

Kamis, 16 April 2009

Sujadi: “Paham aturan itu penting!”

Peraturan dan perundang-undangan sangat diperlukan sebagai kontrol tingkah laku manusia. Di setiap lembaga tentunya memiliki aturan-aturan yang berbeda guna menjalankan setiap aktivitas institusinya. Begitu juga dalam proses Pemilu 2009 ini, undang-undang seputar pemilu ini sudah sangat jelas mengatur proses jalannya pesta demokrasi dewan legislatif di Indonesia. Oleh karena itu, semua pihak yang berkecimpung di dalam proses itu tentunya memahami segala aturan yang tertuang dalam Undang-undang Pemilu 2009. Hal tersebut diutarakan oleh anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Pontianak, Sujadi.

“Setiap aspek dalam Pemilu ini mestinya paham akan aturan yang berlaku seputar Pemilu. Baik itu KPU, Panwas, KPPS, PPK, Caleg, dan sebagainya. Karena apabila kita memahami aturan main itu maka kita akan memahami setiap langkah yang kita lakukan”, kata Sujadi.

Pernyataan itu terlontar terkait dengan banyaknya ‘keluhan-keluhan’ yang mampir ke kantor KPU. Terutama seputar pelanggaran-pelanggaran Pemilu.

“Sebenarnya apabila ada pelanggaran kan langsung ke Panwas saja karena mereka lembaga yang berwenang mengatasi pelanggaran pemilu. Akan tetapi, apabila pihak yang merasa dirugikan itu datang ke KPU ya kita terima dengan baik dan kita jawab apapun tuntutan mereka”, ujar Sujadi saat ditemui di kantornya.

Sejauh ini, tuntutan yang sempat mampir ke KPU datang salah satunya dari Aliansi Caleg Pontianak Timur. Mereka menuntut diadakannya Pemilu ulang dengan alasan adanya kampanye di luar waktu kampanye, politik uang dan nama caleg yang tidak terdafatar di surat suara. Mengonfirmasi permasalahan tidak masuknya nama caleg dalam surat suara, Sujadi mengatakan bahwa KPU sebelumnya telah menginformasikan kepada pimpinan partai politik tersebut bahwa caleg tersebut tidak memenuhi syarat.

“Caleg-caleg yang tidak memenuhi syarat karena tidak ada surat keterangan kesehatan, surat keterangan dari polisi dan kelengkapan administrasi lainnya, langsung kita informasikan kepada pimpinan parpolnya bahwa mereka tidak memnuhi syarat dan dihapus namanya dari DCT”.

Disamping itu, sebelum pemilihan umum berlangsung, KPU sempat mengumumkan di media nama-nama Daftar Calon Sementara (DCS) agar masyarakat, Partai, Panwas, dan caleg itu sendiri dapat mencermati apabila ada kekurangan, kesalahan nama, nomor urut atau ada caleg yang tidak memenuhi syarat tapi ternyata masuk dalam daftar. Untuk selanjutnya dilaporkan ke KPU dan segera ditindaklanjuti oleh KPU untuk dimasukkan ke Daftar Calon Tetap (DCT).

“Tujuan kami waktu itu adalah sebagai klarifikasi dan validasi. Jadi, apabila ada laporan-laporan dari berbagai pihak dan didukung dengan bukti maka akan segera diperbaiki setiap kekeliruan yang ada. Kuncinya adalah kejujuran, bila ada salah satu nama yang tidak memenuhi syarat di DCS ya diinformasikan ke KPU, jangan dibiarkan”, kata Sujadi.

(Borneo Tribune, 16 April 2009)

Kamis, 02 April 2009

Mahasiswa dan Politik

Hingar bingar pesta demokrasi di Kalimantan Barat – baik itu tingkat provinsi, kabupaten maupun kota – membuat semua masyarakat ingin berpartisipasi. Pada pemilu legislatif kali ini banyak bermunculan wajah-wajah baru yang ingin duduk di kursi legislatif. Karena pemilu legislatif bisa dikatakan ‘lapangan kerja’ baru bagi sebagian orang karena jika terpilih maka tidak perlu lagi susah-susah memikirkan pekerjaan. Bisa juga menjadi ajang popularitas, perang intelektual (dari segi visi dan misi), dan peluang-peluang lain yang bisa ditimbulkan dari pemilu legislatif ini.Bahkan tak ketinggalan juga ada beberapa mahasiswa dari perguruan tinggi yang ada di Kalbar ini ikut memeriahkan pemilu legislatif dengan motif yang berbeda-beda tentunya.

Berpartisipasi dalam politik memang merupakan hak setiap orang. Akan tetapi, menjadi complicated ketika mahasiswa juga ikut terjun ke dalamnya. Misalkan nanti terpilih, bagaimana dengan tugasnya sebagai mahasiswa di perguruan tinggi? Apakah harus berhenti kuliah, cuti atau pilihan-pilihan lainnya? Hal-hal seperti ini harusnya dipikirkan secara jangka panjang, bukan jangka pendek. Banyak hal yang harus dipelajari sebelum terjun ke dunia masyarakat.

Apabila ingin berkarir di dunia politik bisa saja setelah selesai menjadi mahasiswa karena perjalanan hidup masih panjang, pengalamanpun telah memadai untuk memahami politik dan masyarakat. Akan terjadi kerancuan ketika masih berstatus mahasiswa menjadi dewan legislatif lalu ada ketimpangan kebijakan, teman-temannya sesama mahasiswa yang mendemo untuk mengubah kebijakan tersebut. Yang lebih parah lagi adalah saat duduk di kursi dewan kita tidak tahu apa yang harus dilakukan karena tidak punya pengalaman.

Oleh karena itu, apabila kita berkeinginan terjun ke dunia politik, dalam hal ini menjadi anggota dewan, kita harus mengetahui terlebih dahulu seperti apa politik itu. Selain itu, kita juga harus paham kondisi masyarakat sehingga tahu bagaimana membuat kebijakan. Yang paling terpenting sebagai mahasiswa yang memiliki keinginan untuk terjun di dunia politik, hendaknya kita selesaikan dulu tugas sebagai mahasiswa di perguruan tinggi. Selain itu juga teori-teori yang telah didapatkan bisa dipraktekkan di masyarakat. Dan tentunya, sebelum masuk ke dunia baru, kita juga harus mempelajari seperti apa dunia itu, baik kelebihan maupun kekurangannya.

LPIC Kalbar Hadirkan Hernowo dalam Seminar Penulisan

Lembaga Pendidikan Insan Cerdas (LPIC) Kalimantan Barat menghadirkan penulis ternama, Hernowo dalam Seminar Penulisan se-Kalbar, Minggu (22/3). Kegiatan yang bertemakan “Quantum Writing: Cara Cerdas Menjadi Penulis Hebat dan Produktif” ini diselenggarakan di Rumah Adat Melayu Pontianak dan mengundang perhatian banyak pihak seperti guru, pebisnis, mahasiswa dan pelajar.

Menurut salah satu guru dari Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 4 Pontianak, Zaitun, kegiatan seperti ini mendatangkan banyak manfaat baginya.
“Melalui kegiatan ini saya bisa memperdalam pengetahuan saya mengenai menulis dan berbahasa,” ungkap Zaitun disela-sela waktu istirahat seminar.
Senada dengan Zaitun, guru Sekolah Dasar (SD) Negeri 34 Pontianak Selatan, Wati Yuliani menambahkan bahwa dengan adanya seminar penulisan seperti ini wawasan dan pengetahuannya mengenai peulisan semakin bertambah, dan yang terpenting adalah dengan mengikuti seminar ini dia bisa menularkan ilmunya kepada anak didiknya di sekolah.

Ketua Panitia seminar, Debi Heristian, mengaku lega dengan antusiasme peserta mengikuti kegiatan ini karena waktu dan tempat awalnya menjadi kendala bagi mereka untuk melaksanakan kegiatan ini.
“Awalnya saya sempat khawatir karena kendala kami adalah masalah waktu, dari kemarin panitia sudah mencari tempat dan waktu yang tepat, tapi tetap saja sudah penuh dengan kegiatan lain,” kata Debi.

Kegiatan yang bekerja sama dengan Radio Mujahidin dan Pro 1 RRI Pontianak ini dibuka secara resmi oleh Asisten II bidang Administrasi Perekonomian dan Kesejahteraan Sosial Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Barat, Drs. Maryadi, M. Si. Maryadi, dalam sambutannya mengatakan menyambut baik kegiatan seperti ini dan mengharapkan akan adanya kegiatan-kegiatan yang serupa seperti ini.

Dalam seminar yang memakan waktu kurang lebih 4 jam ini, LPIC menghadirkan Hernowo sebagai pemateri dan Dr. Aswandi sebagai moderator. Kedua pakar di bidang tulisan ini menarik perhatian para peserta, terlihat dari minat peserta untuk bertanya dan menanggapi setiap perkataan Hernowo. Pertanyaan demi pertanyaan dilontarkan peserta seputar mengembangkan ide, cara menulis dan memperkaya perbendaharaan kata.
Dengan gayanya yang bersahabat, Hernowo menjelaskan bahwa menulis bukanlah hal yang sulit dan setiap orang bisa melakukannya tanpa harus mengerti tekniknya, harus dalam keadaan santai dan bertanggung jawab atas setiap tulisannya.
“Jangan terjebak dengan aturan-aturan yang mengikat saat menulis. Coba abaikan dulu teknik-teknik itu dan menulislah apa yang ingin anda tulis,” ungkap Hernowo.
Disamping itu, satu bagian penting yang berkaitan dengan menulis adalah membaca, Hernowo menyarankan kepada peserta untuk terus membaca. Karena menulis tanpa membaca adalah hal yang mustahil, menulis diperlukan untuk mengikat makna bacaan yang telah dibaca. Hal ini berkaitan dengan potensi manusia yang bisa melupakan sesuatu dengan mudah karena terlalu banyak informasi yang diserap.
“Menulis itu diperlukan untuk mengikat makna bacaan yang telah kita baca, jika tidak ditulis biasanya kita akan melupakan hasil bacaan yang sudah kita baca,” tambahnya lagi.

*Produk Ilegal dan Kesehatan Masyarakat; Semua Pihak Harus Ambil Sikap

Menurut keterangan pers yang diberikan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Pusat, terdapat lima produk makanan yang ilegal alias tidak terdaftar, dan dua diantaranya mengandung melamin. Menyikapi informasi tersebut, Ketua Lembaga Pemberdayaan Konsumen dan Lingkungan (LPKL) Kalbar, Burhanuddin Haris menyatakan, semua pihak harus membantu meminimalisir terjadinya ilegalisme produk makanan di Indonesia. Haris menyatakan itu, saat ditemui di kediamannya, Jumat (20/3).

“Masuknya barang-barang ilegal itu perlu perhatian khusus dari semua pihak. Pertanyaannya adalah, kenapa bisa sampai kecolongan?” ujar pria yang juga mengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Untan ini.

Menurutnya, produk-produk ilegal sangat mudah masuk di Kalbar, karena berbatasan langsung dengan negara tetangga, Malaysia. Ini berkaitan dengan permasalahan ekonomi masyarakat perbatasan, dan pengawasan yang dilakukan aparat di perbatasan.

Ada banyak faktor yang menyebabkan masuknya berbagai produk ilegal tersebut. Diantaranya, permasalahan ekonomi warga perbatasan. Ada 56 pintu masuk di perbatasan Indonesia ke Malaysia. Ini yang menyebabkan barang-barang itu mudah masuk.

”Selain itu, ada indikasi kurangnya pengamanan yang dilakukan aparat, untuk mengatasi hal tersebut,” kata Burhanuddin.

Permasalahan ekonomi merupakan faktor utama lolosnya barang-barang ilegal ke Kalbar. Terutama masalah ekonomi masyarakat yang berada di perbatasan. Tekanan ekonomi berkaitan erat dengan kesadaran hukum masyarakat.

“Saat ekonomi masyarakat tertekan, mereka akan melupakan hukum yang mengikat mereka,” kata pria yang juga menjabat sebagai Ketua Biro Jasa Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Kalbar.

Disamping itu, pengamanan dan strategi bongkar muat yang dilakukan aparat di perbatasan, dirasa masih kurang ‘menggigit’. Terutama masalah keluar masuk barang dari Malaysia ke Indonesia.

“Permasalahan masuknya produk-produk ilegal itu butuh perhatian besar dari semua pihak,” katanya.

Pemerintah, petugas atau aparat perbatasan, dan masyarakat. Kalau mau, pemerintah bisa mengadopsi bongkar muat dari Cina. Misalnya, saat mobil pengangkut barang datang dari Malaysia, mereka harus lapor terlebih dahulu kepada pihak perbatasan yang berwenang. Kemudian, barang-barang di mobil, dipindahkan ke mobil pengangkut dari Indonesia. ”Jadi, barang dipindahkan dari satu mobil ke mobil lainnya, bisa dimonitor dengan mudah,” kata Burhanuddin.

Masuknya produk-produk ilegal itu, tentunya merugikan masyarakat, terutama yang mengandung zat berbahaya, seperti melamin. Hal itu menyangkut kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, Burhanuddin menyarankan pada konsumen, agar selalu teliti sebelum membeli. Konsumen mesti membaca setiap detail dari sebuah produk makanan, dan memahami kandungan dalam produk itu.

Ia dan lembaga konsumen, sudah sering memberikan sosialisasi kepada masyarakat dan pelaku usaha, mengenai produk yang layak dikonsumsi. ”Intinya adalah, selalu teliti sebelum membeli,” katanya mengakhiri pembicaraan.

*Makanan Bermelamin; BPOM RI Bersikap

Wajah Wati (28) terlihat sumringah, saat ditemui di sebuah supermarket di Sungai Jawi, Kamis (19/3). Warga Sungai Jawi Dalam tersebut, tidak terlalu cemas mengkonsumsi makanan, yang sebelumnya diduga mengandung zat berbahaya. Setelah mendengar informasi, bahwa BPOM sudah mengambil tindakan mengenai makanan bermelamin, warga masyarakat merasa lega.

“Awalnya agak kuatir, karena banyak berita yang bilang, banyak makanan berbahaya di supermarket,” katanya.

Berita mengenai makanan bermelamin sudah ada sejak dulu. Namun, masalah itu seolah berhenti begitu saja. Hal itu membuat warga menjad waswas. “Tapi sekarang sudah tak kuatir lagi, kalau sudah ada tindakan dari pusat, dan ternyata tak mengandung melamin,“ katanya.

Siti Hasnah (54) juga mengaku lega dengan hasil pengujian yang dilakukan BPOM RI. Menurutnya, selama ini dia selalu cemas, apabila ingin membeli suatu produk makanan di pasar atau di supermarket.

Informasi yang beredar terlalu banyak dan simpang siur. Tidak jelas mana yang harus diikuti. “Jujur, kami bingung mau ikut berita yang mana. Kalau sudah ada tindakan dari yang berwenang, kan enak,” kata Siti.

Sikap dua orang tersebut, merupakan wujud dari informasi yang diberikan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) bekerja sama dengan Universitas Indonesia (UI), seputar makanan bermelamin. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI dan Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Kalbar, langsung mengambil tindakan. Mereka melakukan pengujian kembali terhadap 10 bahan makanan yang diduga bermelamin.

Kepala BPOM Kalbar, Nurdin Syahrani, saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (19/3), mengatakan, ia berterima kasih kepada YLKI yang sudah memberikan informasi, seputar makanan bermelamin. Sehingga pihaknya bisa memverifikasi kembali kesepuluh produk makanan tersebut. Dari hasil pemeriksaan di lapangan, ada lima produk yang tidak terdaftar, dan lima produk lagi dinyatakan bebas melamin.

BPOM Pusat memiliki alat penguji zat melamin, seperti disarankan World Health Organization (WHO). “Hasil pengujian dari alat ini, tidak terdeteksi zat berbahaya pada makanan-makanan tersebut,” kata Nurdin.

BPOM Pusat sudah mengeluarkan keterangan pers yang menyatakan, lima produk makanan yang terdaftar, tidak terdeteksi zat melamin. Sedangkan dari lima makanan yang tidak terdaftar, ada dua produk yang mengandung melamin.

“Apapun produk yang tidak terdaftar, langsung kami tarik dari peredaran,” katanya.

Jadi, permasalahan produk yang mengandung melamin pada dua produk tersebut, jangan terlalu dipermasalahkan, pasti akan ditarik karena merupakan produk ilegal.

Setelah dilakukan pemeriksaan, lima produk yang tidak terdaftar itu, sudah diamankan dengan cara dimusnahkan. Sisanya, empat produk berlabelkan barang buatan luar negeri, dan satu produk buatan dalam negeri.

Dengan adanya keterangan pers ini, masyarakat diharapkan tidak terlalu pusing dengan makanan yang beredar. BPOM sudah mengambil tindakan dengan menarik semua produk yang tidak terdaftar. Ditambah lagi, pengujian yang dilakukan pada makanan yang diduga bermelamin, menyatakan tidak terdeteksi adanya zat melamin, dalam produk-produk makanan tersebut.

Nurdin menyarankan kepada masyarakat, agar tidak terlalu kuatir dengan makanan yang beredar, karena BPOM sudah menurunkan personelnya, untuk mengamankan makanan-makanan yang diduga tidak terdaftar dan bermelamin.

“BPOM tentunya menomorsatukan masyarakat. Tidak mungkin kami membiarkan masyarakat mengkonsumsi makanan yang berbahaya,” ujar Nurdin.

Peluang Energi Terbarukan

Kalbar memiliki potensi energi terbarukan. Peluang itu ada. Namun, potensi belum banyak digali, karena belum adanya kesamaan pandang antara pemerintah daerah, pusat, dan berbagai pemangku kebijakan. Itulah rangkuman dari seminar Internasional bertema “Peluang dan Ancaman Energi Terbarukan di Kalimantan Barat” di Amphi Theatre, Fakultas Kedokteran Untan, Sabtu (21/3).

Acara dibuka rektor Universitas Tanjungpura Pontianak, Chairil Effendi. Kegiatan diselenggarakan berkat kerja sama antara Borneo Tribune, Tribune Institute, BAPPEDA Kalbar, Universitas Tanjungpura dan Bonn University.

“Energi memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Tetapi penggunaan energi di Kalimantan Barat, dirasakan masih kecil jumlahnya,” kata Chairil, saat membuka kegiatan.

Hadir sebagai pembicara pertama, Oliver Pye dari Bonn University. Ia memulai seminar dengan hubungan antara perubahan iklim dengan kebijakan Uni Eropa dalam permasalahan biofuel. Menurutnya, Eropa memiliki tanggung jawab besar mengenai penggunaan biofuel di dunia.
“Perubahan iklim merupakan permasalahan yang serius dan memerlukan perhatian yang serius pula”, ujar Oliver.

Titik temu permasalahan adalah Global Warming merupakan isu global yang sedang hangat dan memberi efek besar di setiap belahan dunia. Perubahan iklim mengakibatkan kenaikan suhu di berbagai negara dan wilayah dunia.

“Oleh karena itu, Uni Eropa juga memiliki peran penting dalam mengatasi permasalahan ini,” kata Oliver.

Menyikapi permasalahan ini, masyarakat Pontianak, khususnya, dan Kalimantan Barat, umumnya, harus mulai menyadari arti penting menjaga lingkungan. Disamping itu, pemerintah juga mesti ambil bagian. Terutama dalam membuat kebijakan, guna mengatasi permasalahan ini. Terutama memberdayakan sumber daya alam di Kalimantan Barat, menjadi energi baru bagi kehidupan.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kalimantan Barat, Fathan A. Rasyid menyatakan, pemerintah sekarang ini sedang mengembangkan Program Desa Mandiri Energi, dimana desa tersebut bisa memenuhi kebutuhan energi dengan sumber daya yang ada di desa itu sendiri. “Desa Mandiri Energi menggunakan energi alternatif, dalam kehidupan sehari-hari,” kata Fathan.

Pemerintah sudah mulai menemukan beberapa alternatif energi terbarukan. Misalnya energi panel surya, hidro air, jarak, dan lainnya. “Kami sudah pernah mencoba matahari dan air sebagai alternatif energi terbarukan. Misalnya, lampu-lampu 50 watt yang menggunakan energi matahari,” kata Fathan, saat ditemui seusai seminar.

Fathan menambahkan, Kalbar sebenarnya memiliki banyak SDA yang bisa menjadi potensi energi. Akan tetapi, pengelolaan dan pengembangannya masih dirasa kurang, karena masalah pendanaan. Pemerintah harusnya memberikan dana riset dan developmen dalam masalah ini.

Bila Pemda bisa mengembangkan potensi itu, bisa dipastikan Kalbar dapat menjadi daerah exporting province atau provinsi yang sanggup mengekspor energi. Selain itu, pabrik prototype kelapa sawit. Namun, untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan modal besar, tenaga kerja, dan perencanaan yang matang.

Hal senada juga dilontarkan Kepala Pusat Studi Energi Untan, Ismail Yusuf. Menurutnya, energi alternatif bisa diterapkan di Kalbar, seperti tenaga matahari yang disebutnya Photovoltaic.

“Penggunaan strategi ini lebih bersih dan lebih ekonomis, apabila diterapkan di Kalbar. Sudah saatnya, Kalbar menggunakan strategi seperti yang digunakan Spanyol dan Jepang,” kata Ismail.

Di sisi lain, Dekan Fakultas MIPA Untan, Thamrin Usman lebih menekankan pada kekuatan potensi energi baru yang dimiliki Kalbar. Dalam kesempatan ini, Thamrin memberikan contoh penggunaan biodiesel sebagai alternatif energi dan bahan bakar.

“Di Perancis, misalnya, transportasi umum sudah menggunakan biodiesel sebagai bahan bakar baru. Kita sendiri saat ini mulai mencoba mengembangkan alternatif energi yang baru, semoga nanti bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari,” kata Thamrin.

Alternatif energi terbarukan merupakan prospek bagus untuk Kalbar kedepan. Namun, untuk mewujudkan itu semua, diperlukan pengkajian yang dalam dan solusi-solusi yang nyata dari semua pihak.

Karenanya, Pemimpin Redaksi Borneo Tribune, Nur Iskandar dalam ceramah singkatnya mengatakan, Borneo Tribune siap menampung berbagai tulisan, saran dan solusi kongkrit yang berhubungan dengan energi terbarukan di Kalbar. Media memiliki kontribusi dalam permasalahan seperti ini.

“Kami merespon dengan antusias setiap masukan dan tulisan yang berhubungan dengan potensi dan ancaman energi terbarukan, penerapan dan strategi pengembangannya,” katanya. Jadi, media juga memiliki peran penting menyampaikan informasi kepada masyarakat. Bukan hanya seputar pembunuhan, politik dan lain sebagainya.

Dalam rangkaian seminar ini, juga dilakukan penandatanganan Master of Understanding (MOU) antara Bonn University, Oliver Pye, Rektor Untan yang diwakili Pembantu Rektor 4, Muhammad Iqbal, dan Tribune Institute.

Pasar Tradisional Masih Diminati

Keberadaan pasar tradisional ternyata masih diminati, ditengah-tengah maraknya pasar modern, seperti pasar swalayan di Pontianak. Walaupun hujan yang mengguyur Kota Pontianak, membuat sebagian pasar tradisional menjadi becek, tak membuat masyarakat meninggalkan aktivitas berbelanja di pasar tradisional.

Hal ini terlihat dari aktvitas konsumen yang berseliweran di Pasar Flamboyan Pontianak, ditengah beceknya jalan di pasar itu. Aktivitas jual beli di Pasar Flamboyan masih terlihat. Seperti, hari-hari biasanya sebelum diguyur hujan. Tetap ramai dan memacetkan jalan.

”Yang namanya pasar tradisional, kalau hujan tetap becek, tapi saya tetap memilih berbelanja di sini, karena selain harganya murah, juga lebih segar barang-barangnya,” tutur Reni (42), saat ditemui di Pasar Flamboyan.

Selain karena harganya yang terjangkau, pedagang di pasar tradisional juga menjual barang dengan beragam variasi. Jadi, pembeli tinggal memilih di kios mana mereka akan berbelanja.

”Di sini kiosnya beragam, walaupun barang yang dijual sama, tapi kadang harganya juga beragam, tergantung penawaran pembeli. Makanya, saya lebih suka belanja di sini, dibandingkan di supermarket,” kata Reni.

Salah satu pedagang sayur di Pasar Flamboyan, Sarjiyem (57) mengatakan, setiap hari ada saja pembeli yang datang ke kiosnya, walaupun supermarket besar bertebaran di Kota Pontianak. Konsumen, sepertinya tidak terpengaruh dengan hadirnya supermarket besar. Mereka tetap saja belanja kebutuhan rumah tangga di pasar tradisional.

”Alhamdulillah, walaupun supermarket besar banyak di Pontianak, para pembeli masih mau belanja di sini, walau kadang jalannya becek karena hujan,” ujar Sarjiyem, sambil menyusun barang dagangannya.

Sarjiyem yang telah berjualan di Pasar Flamboyan selama 16 tahun, merasa bersyukur karena pasar tradisional masih diminati dan dilestarikan keberadaannya, ditengah maraknya globalisasi di masyarakat.

”Sekarang ini kan serba maju, semua orang maunya yang praktis-praktis. Makanya, saya bersyukur sekali, pasar tradisional masih diminati dan masih dipertahankan keberadaannya,” kata Sarjiyem.

Aktivitas ekonomi di pasar ini, sudah dimulai sejak pukul 03.00 pagi. Pedagang mulai menyusun barang-barangnya di kios mereka. Ada yang mengambil barang dagangan dari luar daerah Pontianak, membereskan lapak-lapak kiosnya, dan lain sebagainya. Disamping itu, pekerja-pekerja lain seperti tukang sapu dan tukang sampah, juga memulai pekerjaannya membersihkan sampah dan genangan air yang mengotori Pasar Flamboyan. Hingga pukul 05.00 pagi, para konsumen mulai berdatangan memenuhi pasar. Mereka seolah berlomba-lomba mencari harga terendah, untuk setiap kebutuhan rumah tangga yang ingin mereka beli.

Mengomentari beberapa kasus pembokaran Pasar Flamboyan beberapa waktu lalu, Sarjiyem berharap, keberlangsungan pasar tradisional tetap dipertahankan oleh pemerintah. Untuk saat ini, tidak ada biaya yang dikeluarkan pedagang dalam menggunakan kios di Pasar Flamboyan. Mereka hanya membayar uang kebersihan. Apabila Pasar Flamboyan diubah, maka sistem yang digunakan juga berubah.

Sebagai tambahan, selain sebagai lapangan pekerjaan bagi pedagang, pasar tradisional juga dibutuhkan konsumen dari kalangan menengah ke bawah, dengan harga barang yang terjangkau.

”Ya, saya harap pasar tradisional ini masih dipertahankan lah, karena tak semua pembeli bise belanje di pasar modern, dan tak semua pedagang mampu bayar sewa kalau pasar ini diubah aturannya”, kata Sarjiyem, mengakhiri pembicaraan.

Bahasa Cerdaskan Masyarakat

Koordinator Peneliti Bahasa Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Barat, Musfeptial, M. Hum, mengatakan sudah saatnya bahasa memainkan peranannya dalam mencerdaskan masyarakat. Pernyataan itu terlontar karena Mus, sapaan akrabnya, melihat beberapa fenomena kesalahan berbahasa yang sudah menjadi kebiasaan di masyarakat.

“Banyak sekali permasalahan yang menyangkut penggunaan bahasa, misalnya, pernyataan ‘Dilarang buang sampah disembarang tempat’ yang sering kita lihat itu sebenarnya salah, kata tunjuk ‘di’ semestinya dipisah karena menunjukkan tempat,” ungkap Musfeptial saat ditemui di ruang kerjanya.

Kesalahan berbahasa kini sudah menjadi darah daging di masyarakat. Banyak sekali kata-kata yang digunakan tidak sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan hal tersebut menjadi sebuah kebiasaan yang tak kunjung selesai permasalahannya. Kata-kata seperti ‘bergeming’ biasa diartikan ‘bergerak’ oleh sebagian kalangan padahal memiliki arti ‘diam’. Hal ini bisa dilihat dari pemakaian kata ‘bergeming’ pada kalimat-kalimat yang ada di media. Misalnya, “Mr. X tetap tak bergeming saat dikonfirmasi mengenai keterlibatannya dalam penyelundupan kayu liar.........” . Dalam kalimat tersebut arti ‘tak bergeming’ diartikan diam, padahal apabila ditilik dari KBBI, ‘bergeming’ memiliki arti ‘diam’. Bukan hanya pilihan kata yang sering mengalami kesalahan, tetapi nalar berbahasa dan logika berbahasa juga diperlukan untuk memahami makna dari kata yang digunakan. Oleh karena itu, penertiban dalam penggunaan bahasa Indonesia sudah sering disosialisasikan ke instansi atau pihak terkait yang melakukan kesalahan dalam penggunaan bahasa Indonesia, baik dari spanduk,baliho, maupun iklan yang dibuat oleh pihak-pihak terkait.

“Balai Bahasa sudah berupaya menyampaikan kritik-kritik penggunaan bahasa melalui media massa. Baik itu penggunaan bahasa oleh pemerintah melalui instansi-instansinya maupun penggunaan bahasa di media massa itu sendiri,” kata Musfeptial.

Sebagai upaya sosialisasi penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, Balai Bahasa Provinsi Kalbar sudah mencoba menggunakan media massa sebagai tempat konsultasi berbahasa. Selain itu, Balai Bahasa Pusat bekerjasama dengan Balai Bahasa di setiap provinsi juga memberikan penghargaan kepada media yang dianggap telah menerapkan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam setiap penulisan beritanya. Semua usaha tersebut dilakukan agar masyarakat mengerti media mana yang bisa dijadikan anutan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Disamping itu, perencanaan undang-undang mengenai kebahasaan sudah mulai dibicarakan di tingkat DPR sebagai kekuatan hukum penggunaan bahasa Indonesia dalam setiap aspek kehidupan masyarakat Indonesia.

“Saatnya kesalahan berbahasa diminimalisir, oleh karena itu diperlukan bantuan semua pihak untuk mewujudkan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam semua aspek kehidupan. Baik itu sosial, politik, lingkungan hidup, dan lain sebagainya,” ujar Musfeptial.