Selasa, 20 Januari 2009

My long experience (Part 2)


Sesampainya di Bandar udara Narita, Jepang. Kami tidak punya waktu untuk bersantai-santai atau berfoto-foto ria. Sempat juga sih…tapi tidak selama waktu menunggu di Singapura. Kurang lebih kami punya waktu satu jam di Narita dan itu kami manfaatkan dengan foto-foto sebentar, charging HP, take a pray n take a rest. Bayangin aja sampai di Narita hampir semuanya mau mencharge HP…ya sudahlah akhirnya kami men charge HP masing-masing dan terpaksa memnuhi ruangan dengan HP dari anak-anak Indonesia. Mana tempat colokan adaptor di dekat jalan di bawah papan pengumuman lagi, jadinya kami menjadi pusat perhatian para penumpang yang lalu lalang disitu. Satu hal penting yang selalu kami lakukan dari bandara satu ke bandara yang lain adalah melakukan security check. Dari Indonesia, Singapura, hingga Jepang, kami harus melakukan itu. Jaket dan tas kami dilepas dan dimasukkan ke scanner. Hal ini terjadi mungkin karena adanya isu teroris yang beredar beberapa tahun belakangan. Dan Indonesia bisa menjadi sasaran empuk isu tersebut. Terus, setelah melakukan security check di Jepang, kami dihadapkan pada satu kenyataan bahwa ternyata salah satu petugas di bandara itu masih menggunakan bahasa Jepang. Kata temanku ada beberapa masyarakat dunia yang tidak mau menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa global. Salah satunya di bandara Jepang itu, petugasnya mengucapkan sesuatu dalam bahasa Jepang yang tidak kami mengerti. Di Jepang kami juga sempat melihat matahari terbenam. Sungguh pemandangan yang tidak biasa, ketika matahari terbenam, otomatis semua jendela tertutup mengiringi terbenamnya matahari. Itu salah satu bukti mengapa orang Jepang menyembah matahari. Karena memang pada waktu matahari terbenam, cahayanya terang masuk tepat langsung ke tubuh kita dan sangat berbeda dengan matahari terbenam di beberapa tempat di Indonesia. Perjalanan panjang pun dimulai. Dari Jepang ke point of entry USA, San Fransisco, menempuh jarak kurang lebih 12an jam. Dan itu membuat kami semua merasa lelah. Dan the good news adalah aku tidak duduk di kursi paling belakang. Kami menghabiskan waktu di pesawat dengan tidur – the most important thing we have to do – lalu mengerjakan tugas Direktur IIEF, memanfaatkan fasilitas yang ada di pesawat sebaik-baiknya. Seperti menonton film atau mendengarkan radio. Tapi sebagian besar kurasa menghabiskan waktu dengan tidur karena perjalanan yang very very far and tired! Akhirnya sampailah pada saat yang ditunggu-tunggu, kami memasuki point of entry Amerika Serikat, yaitu San Fransisco. Disini kami harus lebih hati-hati dan lebih menjaga satu sama lain, karena disinilah proses yang panjang itu akan dimulai. Mulai dari antri ke customs and border of US, sampai hal-hal lain yang memakan waktu banyak. Ya, di SF airport ini kami menghabiskan waktu kurang lebih 7 jam. Proses memasuki imigrasi US merupakan hal yang tersulit menurutku. Kami harus mengantri selama beberapa saat untuk bisa memasuki imigrasi di bandara. Setelah ditanya bermacam pertanyaan, kami di foto dan di cap jari untuk diidentifikasi 'kebenaran' identitas kami. Pertama, kami harus menunggu para pria yang terkena secondary inspection. Secondary inspection ini diadakan untuk mewaspadai kedatangan teroris dari negara lain kurasa. Mereka berada di ruang itu kurang lebih 2 jam dan harus mengisi form yang telah disediakan. Sementara itu, para perempuan sudah pergi duluan mengambil bagage yang nantinya akan diclaim. Disana juga ada pemeriksaan makanan yang ada di dalam bagage kita, untungnya aku dan beberapa orang lolos dan ada beberapa orang lagi yang makanan ringannya – seperti mi instan – diambil oleh petugas karena menurut mereka makanan tersebut mengandung ayam dan ayam bisa menyebarkan semacam virus sejenis flu burung. Mereka benar-benar sangat hati-hati dan waspada! Waktu yang sangat panjang di San Fransisco membuat kami 'harus' memanfaatkan ini sebaik-baiknya. Karena kami tidak akan kesini lagi nanti, setidaknya menginjakkan kaki di California. Jadi, kami – yang perempuan – mencari objek yang menarik yang bisa dipakai untuk narsis-narsisan lagi a.k.a berfoto ria.

Senin, 19 Januari 2009

My long experience (Part 1)


Tak terasa sudah seminggu lebih aku berada di Negara Paman Sam, Amerika Serikat. Tempat yang aku datangi merupakan salah satu Negara bagian yang terkenal dengan daerah desert dan kaktus Saguaro. Menilk sekilas sepanjang perjalanan, aku berangkat dari Bandara Internasional Sukarno Hatta sekitar pukul 09.30 pm. Satu jam kemudian rombongan kami sampai di Singapura dan harus transit selama kurang lebih 5 jam. Disana kami “terlantar” menunggu kedatangan pesawat yang akan terbang ke Jepang.
Di Singapura kami menemukan sebuah bandara yang really make us….Huah….it’s really
cool airport!!! Di sekelilingnya bisa kami lihat segala macam toko. Dari toko suvenir, kafe, sampe toko baju. This airport really like a mall in Indonesia. Selain itu, disana juga bisa akses internet free. Jadi, rombongan kami sudah seperti anak ayam yang lupa dengan induknya. Hehehe, kami berjalan mengelilingi Changi, just sight seeing! Tidak membeli apa-apa karena we were not have money. Kami kunjungi semua tempat yang ada di Changi termasuk toilet. Satu hal lagi yang unik, di Changi airport kami baru menemukan standing water to drink atau biasa disebut fountain water. Tempatnya kayak wastafel, tapi airnya bisa diminum. Jadi, kami melakukan ‘observasi’ lagi pada tempat itu.
Kami sampai di Singapura sekitar pukul 1 malam dan berangkat lagi ke Jepang sekitar pukul 5 pagi. Jadi, kami menghabiskan sisa waktu di Singapura dengan mengeksplor Changi Airport, ada juga yang sedang tidur dan sebagian lagi mengerjakan tugas esai yang diberikan Ibu Irid Agoes (Direktur IIEF). Untuk menghilangkan lelah kami berjalan-jalan dan bercand
a dengan sebagian teman. Dan tidak lupa melakukan ‘ritual’ ketika kami menginjakkan kaki di tempat baru, yaitu foto-foto, hehehe…secara anak-anak Arizona pada narsis-narsis, but actually, its just our way to record our experience, setidaknya sebagai bukti sejarah perjalanan hidup kamilah.
Akhirnya, pesawat yang kami tunggu-tunggu datang juga. Setelah melakukan check-in yang prosesnya sangat panjang, kami sampai juga pada pesawat yang akan membawa kami ke negeri Sakura, United Airlines, namanya. Dan guess what…aku mendapat kursi paling belakang…oh my God! That’s not a good news for me. Mengapa? Karena menurut aku, di kursi paling belakang pergerakan pesawat sangat terasa, and I can’t feel that! Bisa ditebak kan akhirnya apa…I got air sickness!!! Untungnya tak sampai muntah. Perjalanan dari Singapura ke Jepang sebenarnya menyenangkan diluar tragedi duduk-dibelakang-dan-pengen-muntah itu. Pramugari dan pramugaranya ramah-ramah dan yang tak disangka-sangka adalah salah satu dari mereka bisa bahasa Indonesia dan tahu jenis makanan Indonesia seperti sambal terasi! Wow, that’s cool, huh? Kami berpikir mungkin dia pernah ke Indonesia, atau punya keluarga di Indonesia….and what else lah…intinya pelayanannya memuaskan.