Kamis, 06 November 2008

Keamanan Lalin; Tugas Kita Bersama

Kalimantan Barat, terutama Pontianak, merupakan salah satu kota yang jumlah pengendara kendaraan bermotor-nya (baik mobil, truk, bis maupun motor) besar. Pada 2007, peredaran kendaraan bermotor baik roda dua maupun empat di Kalbar mencapai 774.043 unit (diakses dari website pontianakpost pada 01 November 2008). Banyaknya jumlah kendaraan bermotor di Pontianak juga akan menambah pesatnya jumlah kecelakaan bermotor di kota khatulistiwa ini. Hingga Agustus 2008, Polda Kalbar mencatat 211 korban meninggal dunia di jalanan. Kemudian luka berat sebanyak 344 orang. Sedangkan luka ringan sebanyak 500 kasus. Kerugian materil mencapai Rp1,5 miliar (diakses dari website pontianakpost pada 01 November 2008). Disamping itu, lihat saja beberapa hari setelah hari raya Idul Fitri (terutama saat arus balik ke kota Pontianak) berapa nyawa yang telah melayang dikarenakan kecelakaan lalu-lintas. Peristiwa-peristiwa tersebut mewarnai hampir seluruh media-media lokal di Kalimantan Barat (baik cetak maupun elektronik). Dan semuanya dikarenakan kelalaian pengguna kendaraan bermotor.

Banyak hal yang mengakibatkan tingkat kecelakaan lalu lintas di Pontianak meningkat. Pertama, rendahnya Law Enforcement (baca: Penegakan Hukum) di Pontianak. Kendaraan bermotor yang tiap hari meramaikan jalan-jalan di Pontianak hanya ditertibkan pada jam-jam tertentu. Misal, pada pagi hari pada saat padatnya lalu-lintas yang dipenuhi anak-anak sekolah, mahasiswa dan pekerja, Polisi Lalu Lintas terlihat aktif di lapangan. Tapi setelah arus itu berkurang, pengamanan juga mulai dikurangi. Padahal diatas jam 9 pagi masih ada pengendara kendaraan bermotor lalu lalang dan menjadi ajang pelanggaran hukum lalu lintas.

Disamping itu juga, saat-saat seperti hujan lebat juga jarang sekali kita lihat pihak kepolisian lalu lintas berpatroli di jalanan. Padahal pada waktu hujan rentan sekali terjadi kecelakaan. Dan juga terkadang pengendara kendaraan bermotor tidak tahu apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak harus dilakukan pada waktu berkendaraan di saat hujan. Oleh karena itu, sosialisasi menjadi hal yang sangat penting yang menjadi PR kita bersama (tidak hanya pihak kepolisian saja) untuk memberikan informasi yang sebanyak-banyaknya mengenai penggunaan kendaraan bermotor di jalanan.

Sayangnya, seringkali kita lihat pengendara kendaraan bermotor yang ‘buta warna’ saat melalui traffic light (baca: lampu lalu lintas). Entah buta warna yang sebenarnya atau hanya pura-pura tak melihat lampu lalu lintas, sehingga saat lampu merah menyala masih saja ada yang jalan terus melewati lampu tersebut. Sehingga kecelakaan biasanya tak dapat terelakkan. Selain itu juga, pengendara sering tak mengindahkan marka-marka jalan (line putih yang terdapat di jalan). Hal ini bisa jadi karena sosialisasi penggunaan jalan kurang. Atau pada saat pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM), pengendara hanya melakukan tes formalitas tanpa disosialisasikan terlebih dahulu hukum-hukum pengguna jalan seperti apa saja bentuknya.

Selain itu, pengendara kendaraan bermotor yang ‘nakal’ biasanya menghapal kapan polisi lalu lintas stand by di jalanan dan kapan tidak. Akibatnya pada waktu-waktu tertentu masih saja ada pengendara kendaraan bermotor yang tidak menggunakan helm standar atau yang berboncengan tidak menggunakan helm ganda. Atau seenaknya melanggar peraturan lalu lintas lainnya karena tidak adanya pihak keamanan yang akan memberikan sanksi apabila melanggar peraturan tersebut. Belum lagi kendaraan bermotor yang dimodifikasi oleh pengendaranya dan hasil modifikasinya merugikan orang lain, misalnya sinar lampu rem yang terlalu menyilaukan.

Antisipasi yang dilakukan oleh pihak kepolisian akhir-akhir ini dirasa ada peningkatan. Razia-razia dadakan biasa dilakukan di beberapa titik yang dianggap rawan oleh kepolisian. Lajur kiri untuk sepeda motor juga sudah dilakukan sehingga penggunaan jalan semakin tertib dirasa. Akan tetapi, lagi-lagi waktu menjadi permasalahan. Malam hari biasanya penggunaan kendaraan bermotor lebih meningkat. Walaupun beberapa bulan terakhir terlihat peningkatan keamanan hingga malam hari, akan tetapi masih saja kendala waktu yang membatasi kinerja kepolisian. Dan hal tersebut dimanfaatkan oleh beberapa ‘oknum’ pengendara kendaraan bermotor untuk mengendarai kendaraan semaunya tanpa mengindahkan rambu-rambu lalu lintas atau pengguna kendaraan bermotor lainnya.

Dan biasanya jalan-jalan protokol menjadi ajang kebut-kebutan bagi mereka yang memiliki ‘nyawa ganda’. Disinilah fungsi pihak keamanan dirasa kurang. Mungkin saja nanti pihak kepolisian memberlakukan sistem shift untuk penjagaan keamanan lalu lintas. Jadi ada yang bertugas dari pagi hari menjelang sore dan ada yang bertugas dari sore hingga malam hari. Hal ini mungkin bisa meminimalisir kecelakaan lalu lintas di Pontianak.

Kedua, kesadaran masyarakat (terutama pengendara kendaraan bermotor) akan hukum yang berkaitan dengan lalu lintas. Terkadang, pengendara kendaraan bermotor tahu dan mengerti hukum lalu lintas, seperti simbol-simbol, tanda jalan lalu lintas, dan lain sebagainya. Akan tetapi masih saja ada yang melanggar peraturan-peraturan lalu lintas tersebut, yang tentu saja akibatnya sangat fatal. Pengguna kendaraan bermotor mestinya sadar bahwa mereka harusnya bisa menjadi mitra kepolisian dalam rangka mencegah terjadinya kecelakaan lalu lintas.

Biasanya sebelum pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM), pihak kepolisian mengadakan sosialisasi mengenai signs, warnings, dan yang lainnya yang nantinya akan kita temukan pada saat mengendarai kendaraan bermotor. Ironisnya, banyak pengguna kendaraan bermotor ini maunya sesuatu yang instan, cepat dan tidak bertele-tele. Jadinya informasi yang diterima dan diserap berkurang jumlahnya sehingga terkadang mereka mengabaikan aturan-aturan lalu lintas yang berlaku.

Ketiga, peran pemerintah. Pemerintah juga berperan penting untuk meminimalisir terjadinya kecelakaan lalu lintas. Terutama yang berkaitan dengan sarana dan prasarana pembangunan jalan. Banyaknya jumlah kendaraan bermotor di Pontianak tidak dibarengi dengan meningkatnya jumlah pembangunan jalan. Saat ini, Kalbar memiliki jalan negara sepanjang 1.575 kilometer; jalan provinsi sepanjang 1.517,93 kilometer, jalan kabupaten/kota sepanjang 5.240 kilometer. Sehingga total jalan yang ada di Kalbar mencapai 8.333 kilometer. Dari jumlah itu sepanjang 2.496 kilometer atau 29,96 persen mengalami rusak, sedangkan 2.984,62 kilometer atau 35,82 persen menderita rusak berat. Sedangkan seperti telah disebutkan diatas bahwa peredaran kendaraan bermotor juga semakin meningkat. Ada beberapa jalan seperti di daerah Sungai Jawi dan Kota Baru yang kadang macet pada waktu-waktu tertentu. Hal itu dikarenakan jumlah kendaraan bermotor yang padat sedangkan jalan yang digunakan sempit.

Selain perlunya pelebaran jalan, jalan yang sudah ada mungkin juga perlu dibuat batasan dua arah jalur lalu lintas. Karena walaupun marka jalan telah tercetak di sepanjang jalan (terutama jalur dua arah seperti di daerah Sungai Jawi dan Kota Baru), masih saja ada pengendara yang memotong atau mengambil jalur pengendara lain yang berlawanan arah dengan jalurnya. Dan hal itulah yang terkadang juga menyebabkan kecelakaan lalu lintas dapat terjadi.

Saran terakhir adalah peran orang tua. Mengapa saya menempatkan peran orang tua menjadi langkah preventif (pencegahan) terjadinya kecelakaan lalu lintas? Hal itu dikarenakan orang tua mempunyai peran penting pada saat anak-anak mereka menggunakan kendaraan bermotor. Terkadang ada orang tua yang membiarkan anak-anak mereka yang masih dibawah umur untuk menggunakan kendaraan bermotor (terutama sepeda motor). Bayangkan saja, bahkan anak-anak yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) sudah bisa mengendarai motor sendiri.

Ego yang ada dalam diri anak-anak yang notabene masih ABG dan remaja ini biasanya membuat petaka bagi dirinya sendiri. Misalnya, ego kompetisi dengan teman sebaya seperti kebut-kebutan di jalan, motor yang paling modis, dan lain sebagainya. Padahal sudah banyak berita yang kita dengar mengenai pengendara sepeda motor yang meregang nyawa karena kebut-kebutan di jalan.

Kemudahan yang diberikan orang tua terkadang membuat mereka terlena walaupun mereka belum cukup umur untuk mengendarai kendaraan bermotor. Yang paling parah adalah pemalsuan data pada saat pembuatan SIM atau yang biasa disebut dengan sistem “nembak”. Tradisi seperti ini mestinya dihilangkan, dan orang tua memiliki peran paling penting untuk mengontrol anak-anak mereka selama menggunakan kendaraan bermotor. Sebagai tambahan, pihak kepolisian juga harus tegas menindak “oknum-oknum” yang masih saja memanfaatkan sistem “nembak” SIM ini. Karena hal ini tentunya merugikan semua pihak. Baik itu pengguna jalan (baca: pejalan kaki), pengendara kendaraan bermotor lainnya, pihak kepolisian, dan lain sebagainya.