Senin, 14 Desember 2009

A BOOK REVIEW

Title : Riots on the News in West Borneo
Writer : Zaenuddin H. Prasojo
Number of pages : vii + 146
Publisher : STAIN Pontianak Press
Reviewer : Dian Kartika Sari

Zaenuddin has written a book about conflict studies, “Riots on the News in West Borneo”. I think this is a great book because written in English and has information about conflict more. This book consists of five chapters. First chapter is introduction, which tells us about West Borneo in 1990s on the eyes of media and conflict studies. Then, it also divided into three matters: a glance of mass media and group relationships in West Borneo, ethnic relationships in West Borneo: what many have said, and the media and conflict studies.
Therefore, in the introduction, the writer tells us about conflicts that happen in West Borneo such as ethnic conflicts between the Madurese, Malay, Dayak, Chinesse, and etc. these happened in some places like Pontianak, Sanggau Ledo, Sambas, Bengkayang, and many else. In the beginning the conflicts were caused by economic and cultural problems, especially for those directly involved in the community.
Moreover, this book explains about how the media take a look the conflict especially in West Borneo. Because this book addresses the questions of how the riots happened and how people perceived them by analyzing how their issues were presented by the media. Using media as a resource for the analysis is one way in the news about the conflict, this work will contribute to the academic resources of media research especially in West Borneo. The focus of this work will be to reveal how the conflict between the Dayak and the Madura in West Borneo during 1997 was constructed by the media especially by the Akcaya Pontianak Post and Kompas. Because its carried news of the riots comprehensively and continuously.
Besides, in chapter one, a writer talks about Ethnic Relationship in West Borneo based on the media. The mass media are influencing human life in many aspects, wherever they are. By conducting this research, people will get information about the conflict not only from field of studies but also from media studies. To do this research, he use discourse analysis to analyze texts in the media especially in newspapers.
In chapter two, a writer brings a reader to know more about West Borneo especially its people and culture. Moreover, we may know much information about West Borneo in general. Geographical view, for instance, he explains about West Borneo that famous for a province that has “thousands of rivers” because its have thousands of both big and small rivers. Then, Sungai Kapuas is known as the longest river in Indonesia. Besides, he also tells about the equator line which through Pontianak City. It means that West Borneo is a tropical area which is damp and has high temperature. Therefore, a writer also write about the agriculture in West Borneo, economic structure, living societies there, social life and what kind activities do they usually do, and the last about variety of ethnic and religious relations in West Borneo.
Zaenuddin writes about Dayak and Madurese Once in West Borneo in the third chapter. He begins with the history of a broken relationship between Dayak and Madurese. There are classifies ethnic conflicts in West Borneo into three categories. They are close and open conflicts, individual conflict and group conflict, then, vertical and horizontal conflict. In this chapter we will find the reason why many conflicts broke out in West Borneo. Besides, he explains about the number of conflict in West Borneo.
A writer tells us about the mass media in chapter four, he talks about when the mass media talks: Pontianak Post and Kompas on the riots emerging in West Borneo in 1997. He elaborates news and information that published in Pontianak Post and Kompas. At the first time, he has told us why he choose these two newspapers, it’s about comprehensively and continuously the news about conflicts. Besides, he talks about the risk if news about conflict has show up in a society. He also tells about public knowledge and perceptions of the riots as reflected in the news.
Finally, in the last chapter, a writer is concluding the writing and making a reflection in order to it become very important to rebuilding and creating peace in West Borneo. This book becomes very important not only for people involved in the riots to learn what is reported in the mass media, but also for many people in West Borneo to take a lesson from those conflicts.

Rabu, 02 Desember 2009

Jangan Jauhi Mereka


Di salah satu sudut kota, salah satu dari mereka ada yang meringkuk di dalam rumah, terasing dalam ketidakberdayaan mereka. Ada yang hidup diliputi dengan perasaan penuh dendam dan kebencian. Ada yang terbaring lemah menunggu maut menjemput. Bahkan ada yang bisa tertawa lebar menatap masa depan yang masih diliputi misteri kehidupan. Itulah beberapa gambaran manusia yang terkena virus Human Immunodeficiency Virusses (HIV). Virus dengan penyakit yang bernama Acquire Immune Deficiency Syndrome (AIDS) ini seolah menjadi momok dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Banyak yang menganggap penyakit ini adalah penyakit kutukan dari Tuhan karena perbuatan penderita itu sendiri. HIV AIDS merupakan penyakit yang belum ada obatnya di dunia.
HIV adalah virus yang menginfeksi sel-sel yang ada dalam tubuh manusia dan mereplikasinya (membuat copy-an yang baru dari sel-sel tersebut). Virus tersebut juga dapat merusak sel manusia yang bisa membuat seseorang sakit. Pengertian lain dari HIV yang paling mudah dipahami oleh masyarakat adalah hilangnya sistem kekebalan tubuh manusia sehingga mudah terserang penyakit. Virus HIV ini dapat masuk dalam tubuh manusia melalui darah. Seperti yang kita ketahui penularannya bisa melalui jarum suntik yang dipakai bersamaan atau melakukan seks bebas. Seeorang yang terkena virus HIV ini biasanya disebut HIV positif.
Penderita HIV AIDS atau yang biasa disebut Orang Dengan HIV AIDS (ODHA) biasanya tinggal menunggu waktu kapan penyakit itu akan berakhir. Karakter orang-orang yang terkena HIV AIDS ini sangat berbeda-beda. Ada yang bisa menerima kenyataan dan tetap melakukan aktivitas sehari-hari seperti biasa. Dan ada yang memilih mengasingkan diri di rumah karena malu atau takut dengan pandangan masyarakat terhadap dirinya. Dari segi fisik, penderita HIV AIDS masihlah sama dengan manusia normal lainnya. Akan tetapi, ketika virus itu sudah mulai menggerogoti tubuhnya maka akan terlihatlah tanda-tanda orang yang terkena virus HIV ini.
Di Indonesia sendiri banyak berdiri lembaga-lembaga yang menangani permasalahan penderita HIV AIDS. Kebanyakan berbentuk lembaga sosial dan pekerjanya juga kebanyakan dari penderita itu sendiri. Pembinaan yang paling berat dilakukan bagi penderita adalah pembinaan mental. Karena tidak semua orang bisa menerima orang dengan penyakit AIDS ini. Oleh karena itu, seseorang yang terkena penyakit ini biasanya dibina mentalnya terlebih dahulu sebelum terjun ke masyarakat.
Hukum masyarakat dapat dikatakan merupakan hukum terberat yang harus diterima oleh para ODHA. Betapa tidak, omongan, cemoohan, sikap mengucilkan, biasanya datang dari masyarakat itu sendiri. Padahal tidak semua penderita AIDS ini mereka yang menggunakan obat-obatan terlarang atau mereka yang melakukan seks bebas. Orang yang terjangkit virus ini juga bisa terjadi karena kesalahan penggunaan jarum suntik. Atau yang biasa terjadi adalah hubungan perkawinan tanpa mengetahui latar belakang pasangannya masing-masing. Kasus yang paling menyedihkan adalah seorang anak yang harus terjangkit karena tertular orang tuanya.
Banyak orang-orang yang terjangkit HIV AIDS ini harus merasakan gunjingan, kucilan serta cemoohan dari masyarakat. Padahal tak semua dari mereka yang terjangkit penyakit itu karena hal-hal negatif. Penyakit ini dinilai sebagian masyarakat sebagai penyakit kutukan, penyakit yang memang belum ada obatnya. Akan tetapi, tak semestinya orang yang tidak terjangkit virus ini menjauhi para ODHA tersebut. Karena virus ini tidak tertular melalui makanan, jabatan tangan, dan kontak fisik lainnya. Hanya saja rasa cemas dan khawatir akan tertular membuat sebagian masyarakat ‘takut’ untuk berinteraksi dengan mereka.
Tak banyak orang yang menganggap penderita penyakit ini harus ditolong. Memang secara fisik dan medis belum ada obat untuk mengobati penyakit ini. Tapi setidaknya secara mental dan batin, orang-orang yang terjangkit virus ini harus dibantu. Karena tekanan batin dan mental merupakan cobaan berat yang harus dihadapi para ODHA yang mendapatkan gunjingan dan cemoohan dari masyarakat. Dengan bersikap baik dan menganggap mereka ‘ada’ setidaknya membuat keadaan mereka lebih baik. Dan yang terpenting adalah mereka dapat berpikir bahwa mereka masih bisa berguna di lingkungannya dan masyarakat luar karena mereka masih bisa beraktivitas laiknya manusia normal. Oleh sebab itu, dukungan dan bantuan secara moral dari orang-orang yang mau membantu mereka tentunya sangat mereka butuhkan, sebelum akhirnya mereka kembali pada penguasa alam. Wallahualam bis sawab!

Mental Hedonis Berujung Korupsi


Indonesia tengah dilanda permasalahan yang sangat pelik. Terutama menyangkut kasus korupsi yang tak pernah habis-habisnya terjadi di Indonesia. Di tengah kondisi alam yang tak bersahabat dengan manusia (dapat dilihat dari banyaknya bencana alam di berbagai wilayah di Indonesia), Negara tercinta ini juga tengah dilanda permasalahan yang tidak pernah ketemu ujung pangkalnya, yaitu korupsi. Seperti yang marak diberitakan di berbagai media massa, kasus yang sedang hangat belakangan ini adalah kasus perselisihan antar oknum di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan pihak kepolisian dan pemerintah.
Sungguh miris memang, karena oknum-oknum yang berselisih adalah berasal dari lembaga yang memiliki peran penting bagi Negara Indonesia ini. Dengan munculnya kasus ini, dapat dipastikan kepercayaan masyarakat kepada beberapa lembaga ini jadi berkurang. Bahkan mungkin tak ada lagi yang dapat dipercaya. Karena, setiap kasus yang berkembang memiliki bukti-bukti baru yang saling menguatkan dan menjatuhkan. Belum lagi kasus yang berbeda tapi dikaitkan-kaitkan dengan kasus lain, misalnya kasus pembunuhan Nasrudin yang dituduhkan kepada Antasari Azhar dikaitkan dengan kasus penyuapan yang menimpa Bibit dan Chandra Hamzah. Hingga ujung-ujungnya adalah pada kasus korupsi di Bank Century yang merugikan Negara.
Pemerintah membentuk tim pencari fakta yang diberi nama tim 8. Tim ini diluar dari penyidik kepolisian yang menurut Ketua Divisi Humas Polri, Nanan Sukarna – pada konferensi pers – tidak memiliki kekuatan hukum untuk memenjarakan seseorang. Akhirnya, tim 8 bekerja, tim penyidik dari pihak kepolisian juga bekerja. Hingga masyarakat kebingungan bukti dan pendapat mana yang mau dipilih, tim 8 atau penyidik kepolisian? Berita-berita serta bukti-bukti yang ditampilkan di depan publik justru membuat masyarakat akan kebingungan karena semakin banyak informasi yang dikonsumsi tapi tidak dibarengi dengan verifikasi yang jelas. Kasus-kasus yang muncul juga tumpang tindih sehingga tidak jelas siapa menuntut apa dan siapa menuntut siapa.
Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere = busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) menurut Transparency International adalah perilaku pejabat publik, baik politikus|politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka (dikutip dari website Wikipedia Indonesia). Korupsi merupakan permasalahan yang tak kunjung selesai – minimal berkurang – di Indonesia. Hal ini menurut penulis dikarenakan budaya konsumerisme yang besar di kalangan masyarakat Indonesia, terutama pejabat. Mental-mental mereka telah dijejali dengan kebiasaan menggunakan barang-barang mewah. Fasilitas yang mereka terima tak sebanding dengan apa yang bisa mereka lakukan. Misalnya, kendaraan dinas yang mereka gunakan berupa mobil Mercy yang eksklusif. Akan tetapi, mereka lupa bahwa masih banyak orang-orang tak mampu yang menggelandang di jalanan. Jangan salahkan rakyat kecil ketika mereka harus mencuri demi sesuap nasi ketika anggaran untuk pembinaan mereka lebih kecil ketimbang dengan pembelanjaan fasilitas mewah para pejabat di atas-atas sana.
Padahal, dana-dana untuk kendaraan dinas, rumah dinas, fasilitas umum, kesehatan, dan lain sebagainya yang diterima para pejabat bisa lebih ditekan dan dialihkan untuk pembangunan infrastruktur atau pendidikan di Indonesia. Toh, gaji dan tunjangan yang mereka terima sudah lebih dari cukup untuk menghidupi kebutuhannya sehari-hari. Akan tetapi, balik lagi pada permasalahan awal adalah mental-mental hedonis yang ditanamkan pada orang-orang gedongan itu. Meski tak jarang beberapa pejabat yang melakukan kegiatan sosial dengan separuh gaji yang ia terima. Dari gaya hidup yang mewah tersebut, ditambah dengan banyaknya ‘proyek’ yang mampir ke tangan pejabat membuat uang mengalir dengan mudah. Dari situlah kemungkinan besar ‘korupsi’ kecil-kecilan dilakukan.
Melihat kondisi diatas, ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk meminimalisir kasus korupsi yang terjadi. Misalnya, dalam pelaporan keuangan lebih bersifat transparan. Selain itu, penekanan dana untuk tunjangan, fasilitas umum, dan lain sebagainya bisa dilakukan untuk dialokasikan ke bagian lain yang lebih memerlukan, misal pendidikan dan infrastruktur. Hal ini tentunya dapat mencegah terjadinya kesenjangan sosial antara yang ‘atas’ dengan yang ‘bawah’. Semoga!

Minggu, 15 November 2009

Coretan untuknya

Dia tak datang saat kelulusan Sekolah Dasarku
Dia juga tak bisa datang saat-saat pembagian rapor di tingkat menengah pertamaku
Dia tak hadir saat aku memasuki gerbang SMA
Dia juga tak ucapkan selamat sewaktu aku menyelesaikan wajib belajarku
Ucapan selamat ulang tahun tak terdengar dari mulutnya
Dia juga tak bisa berkenalan dengan lelaki yang pernah mengisi hatiku
Tak kulihat senyumnya saat aku berlari membawa ijazah kelulusan perguruan tinggiku
Dia tak bisa hadir menjadi wali di hari pernikahanku yang sakral
Dia tak mampu menemaniku dengan vespa butut kesayangannya dimana aku pernah tertidur sambil memeluknya
Dia sudah disana, bersama penguasa alam, melihatku yang selalu merindukannya
I really miss u dad…Love you so much!

Rabu, 14 Oktober 2009

Ways to Get a Successful Life

What do you think about success? Do the rich people can be defined as a successful person? Or the poor one called an unsuccessful one? I think there’s no scale to measuring “success” in my life. Some people think if they feel happiness in their life, they are a success person. Although, they are not a wealthy person; sometimes, properties are not valuable things for some people. There are two ways to reach a successful: work hard and patiently.
To reach a successful, we need do everything in hard a way, it means we have to work hard to reach it. Student study hard because they want to pass their final exam to graduate excellently, for instance. Another example, some workers work very hard to get promotion in order to go to the higher level in a company. Every people do many things to get the best result in their life; however, they do “illegal” activity to get it. For example, they try to persuade their boss to get better promotion in their job and get more salary; even though no every people to that, just some of them. Sometimes, money can make people “blind” in their life, whereas it isn’t a main point to determine a successful. So, getting a successful life is not easy. Every thing must be hard for us to reach it.
The second way to get success is be patient to everything that we do. In my opinion, keep patient is the most important thing in our life; furthermore, it is impossible if everything that we want in this life can be reach. I will give the example, a labour who has been worked for 2 years in a company, but he still work in the same division and get same salary till now. Does he called an unsuccessful person? I think, if he has felt comfort with his job and he’s enjoyed it, he can be called a successful person because he keep patient with his job. Therefore, while we always try to be patient we can get what we really want; nonetheless, it is not as soon as that we want.
In conclusion, if we want to reach a successful in our life, we have to work hard to do that. Also, we have to always be patient when we try our best, because if we don’t do that we’ll get frustration. We just thinking about “success” in our life without thinking about the way to reach that, whether to do positive thing or to do negative thing to get the best result. Then, we can be an arrogant, impatient, and stubborn person. Benjamin Franklin said, “There are no gains without pain”. So, in which way you want to choose to get your successful life?

Sabtu, 10 Oktober 2009

The Extinction of American Bison


Nowadays, many animals become more extinct along with humans appearance; some people are considering this case related with humans behavior identically greedy for money and power. One of animals which almost extinct are American Bison in The United States. Many years ago, when amount of Bison was large, American Bison was peacefully life near humans, especially Native Americans. Bison were providing them with food, shelter, clothing, and spiritual inspiration. However, bison were begun to extinct after Europeans come to America; they slaughtered bison for clothing, sports, robe, tongue, etc. The extinction of Bison was affecting to Native American and environment.
Furthermore, Native American was living with Bison for thousand years ago, so without Bison they would be forced to leave or starve. Their relationship was very strong at that time, each of them was supply something for their life. For example, Native American plant grass as a food for Bison; likewise, Bison also provide many things for Native American like clothing and food. So, Bison was playing an important role in this life especially in Native American’s life. As a result, they really took care about Bison’s life even make a conservation place, where Bison can reproduce themselves to preserve their generations.
The other effect of Bison’s extinction is the balance of ecosystem or as known as environment. All of these things in the world need something to complete the life cycle. Wolves eat Bison, Bison eat grass, grass give energy to soil as a mineral for land life, for instance. If Bison were loss, some of part in ecosystem being incomplete. Environmentalist really took care about this case – the extinction of American Bison – because it is important to tend the balance of environment.
Therefore, the Bison, which still being life, must be preserved in a special place. Bison are found in both publicly and privately conservation places. For example, Custer State Park in South Dakota, one of the largest publicly conservation place in the world, Yellowstone National Park, Henry Mountains in Utah, Wind Cave National Park in South Dakota, and on Elk Island in Alberta, Canada. Finally, if we want to balance the environment we have to preserve Bison in a good place and treat them in a good way.

Rabu, 19 Agustus 2009

ADA CINTA DI PINTAU, ANYAU E…


Dusun Pintau, Desa Tanjung Satai, Kecamatan Pulau Maya Karimata merupakan salah satu Dusun yang terletak di daerah pesisir pantai. Konon dari cerita warga masyarakat, nama Pintau dipilih karena diambil dari suara burung yang pertama kali di dengar oleh pendatang yang pertama kali menginjakkan kaki di daerah ini. Cin…cau…begitu bunyi suara burung itu. Cerita ini saya dapatkan dari Pak Muchsin, beliau merupakan salah satu ‘tetua’ di Dusun Pintau ini.
Dusun Pintau terletak di Desa Tanjung Satai Kecamatan Pulau Maya Karimata Kabupaten Kayong Utara. Luas wilayah Desa Tanjung Satai 150, 66 Km yang berbatasan dengan Desa Dusun Besar di sebelah utara dan berbatasan dengan Laut Cina Selatan di sebelah Selatan, Barat dan Timur. Di Kecamatan inilah kita bisa mengunjungi Pulau Karimata yang memiliki panorama alam yang indah. Namun, pada musim seperti ini – angin kencang dan gelombang besar – membuat masyarakat tidak berani untuk pergi ke daerah pulau yang menyeberangi lautan itu.
Dusun Pintau merupakan daerah yang berbatasan langsung dengan laut dan sungai. Oleh karena itu, sebagian besar mata pencaharian masyarakat di Dusun Pintau ini adalah nelayan. Mereka melaut setiap hari apabila cuaca teduh. Mereka menyebutnya Musim Barat. Di daerah ini terkenal dua musim untuk membedakan kondisi alam, Musim Selatan dan Musim Barat. Musim Selatan merupakan musim kemarau, dimana jarang sekali turun hujan di daerah ini, angin laut kencang dan gelombang yang besar. Pada musim ini, masyarakat jarang sekali pergi ke laut kecuali saat cuaca sudah teduh. Kemudian ada yang namanya Musim Barat. Pada musim ini bisa juga disebut musim penghujan. Bila hujan telah tiba maka kondisi laut akan teduh, angin menjadi tenang dan laut juga tidak bergelombang.
Sedikit cerita tentang dua musim yang unik ini. Musim Selatan terjadi pada sekitar bulan Mei hingga September. Pada musim ini, masyarakat Dusun Pintau memiliki banyak permasalahan yang melanda. Hujan jarang turun sehingga laut tidak teduh dan masyarakat jarang melaut. Hal tersebut mengakibatkan kehidupan perekonomian untuk tabungan dan kebutuhan sehari-hari agak sulit. Ikan-ikan yang didapat pada musim ini hanyalah cukup untuk makan satu keluarga sehari-hari. Seperti Ikan Puput, Bulu Ayam, Malong, Hiu, Sembilang, Blukang, dan lain sebagainya. Dan itupun dalam ukuran yang kecil. Ikan-ikan tersebut biasanya hanya dijual untuk masyarakat setempat saja.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari pada musim ini, mereka biasanya membuat ikan asin dari sebagian ikan yang telah mereka dapatkan. Selain itu, apabila cuaca di laut sama sekali tidak teduh, masyarakat di Dusun Pintau biasanya pergi ke ladang atau sungai untuk memancing. Terkadang apabila beruntung, mereka akan mendapatkan ikan dengan ukuran yang besar. Ikan yang dipancing di sungai biasanya seperti Ikan Ruan (Ikan Gabus) dan Ikan Kepuyu (Ikan Betok). Selain ikan, biasanya juga mereka mencari udang di sungai yang ada di depan rumah mereka. Masalahnya, air sungai yang mengalir di depan rumah penduduk tak selamanya tawar, pada musim selatan biasanya air di sungai itu asin karena air laut masuk ke sungai.
Selain memancing, biasanya penduduk di Dusun Pintau mencari Kepah (sejenis kerang), Siput, dan Ketam (sejenis Kepiting dalam ukuran kecil) untuk makan sehari-hari. Di Dusun Pintau sangat susah bagi kita menemukan sayuran hijau hingga mereka jarang sekali makan sayuran sebagai penyeimbang gizi. Jenis sayuran yang biasa mereka makan seperti Pakis, Cangkok Manis (Daun Katuk), Kangkung, dan Umbut Kelapa. Pasokan sayuran lebih banyak datang dari Desa tetangga yang ada di Kecamatan Pulau Maya Karimata. Maka, selain memancing biasanya penduduk mencari sayuran-sayuran itu yang memang mudah didapatkan di daerah persawahan.
Pada musim selatan ini, masyarakat lebih banyak menghabiskan waktu di daratan daripada di lautan. Karenanya, selain menjadi Nelayan, beberapa masyarakat juga bekerja sebagai Petani dan Peternak. Di Dusun Pintau hanya sekali dalam setahun mereka memanen padi. Hal ini dikarenakan kondisi alam yang membuat produksi padi mereka terhambat. Untuk tahun 2009 ini, produksi panen mereka terhitung gagal. Menurut sebagian penduduk, kegagalan panen tahun ini dikarenakan banjir yang melanda daerah ini pada akhir tahun 2008 lalu. Oleh karena itu, padi yang mereka dapatkan tahun ini hanya cukup untuk memenuhi kehidupan sehari-hari.
Disamping menjadi petani, ada sebagian masyarakat yang juga beternak hewan seperti Kambing, Ayam, Bebek, Sapi dan Walet. Ternak yang dimiliki masyarakat Dusun Pintau lumayan banyak. Terutama Kambing, Ayam dan Bebek. Hampir di beberapa rumah penduduk memiliki ternak tersebut. Mereka juga memiliki cara yang unik untuk memelihara ternak mereka. Mereka membiarkan ternak mereka berkeliaran di luar rumah tanpa dimasukkan ke dalam kandang. Hewan ternak tersebut dibiarkan mencari makanan sendiri, Kambing misalnya. Sedangkan Ayam dan Bebek tetap diberi makanan oleh pemilik ternak-ternak itu. Mereka bisa menjual hewan ternak mereka pada penduduk setempat, rumah makan, atau dengan peraih (agen) di pasar.
Pada musim selatan ini, air bersih merupakan salah satu permasalahan yang melanda masyarakat Dusun Pintau. Susahnya memperoleh air bersih di Dusun Pintau karena lokasinya yang berdekatan dengan laut. Air laut yang asin kadang masuk ke dalam parit yang melintasi depan rumah warga. Terkadang air tawar dari sungai juga masuk ke dalam parit tersebut. Hasilnya, ketika air asin dan air tawar bertemu, air di parit depan rumah warga itu menjadi payau. Bahkan tak jarang tak ditemukan air tawar di parit itu karena air laut yang masuk lebih banyak daripada air dari sungai. Oleh karena itu, warga menjadi kesusahan mendapatkan air untuk mandi dan mencuci. Terlebih lagi jika hujan tidak turun selama berbulan-bulan, mereka terpaksa mengambil air di hulu sungai untuk minum dan masak.
Di Dusun Pintau sebenarnya telah terpasang pipa-pipa dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Akan tetapi, sepertinya proses selanjutnya telah terhenti karena tidak ada tindak lanjut lagi dari pihak terkait. Jadi, pipa-pipa itu hanya sebagai pelengkap di jalanan tanpa tahu kapan akan terealisasi. Permasalahan utamanya mungkin karena lokasi Pulau Maya Karimata yang cukup jauh hingga tak terjangkau. Disamping itu, di rumah-rumah warga Dusun Pintau jarang sekali ditemukan tempat penampungan air yang besar seperti tempayan atau tong yang terbuat dari semen. Tempat penampungan air yang mereka miliki hanya berupa bak air besar yang terbuat dari plastik dan tong air yang terbuat dari plastik. Maka dari itu, apabila hujan turun, tampungan air hanya bertahan hingga kurang lebih dua bulan.
Lain halnya dengan Musim Selatan, Musim Barat di Dusun Pintau merupakan musim yang penuh dengan anugerah bagi masyarakat Dusun Pintau. Karena pada musim ini kondisi berbeda mereka rasakan dari Musim Selatan. Penduduk Dusun Pintau menyebutnya ‘banjir ikan’ terutama jenis ikan Gembung dan Tenggiri. Pada musim ini, nelayan yang tadinya ‘pensiun dini’ pada musim selatan kembali beraktivitas. Mereka berlomba mencari ikan yang bertebaran di lautan karena pada musim ini angin dan gelombang hampir tidak dirasakan, kondisi laut selalu teduh dan aman untuk melaut.
Singkat cerita, sangat mudah untuk mendapatkan ikan pada musim ini. Selain ikan, udang, kepiting dan hasil laut lainnya. Sampai-sampai, menurut warga Dusun Pintau ikan-ikan tersebut dibuang-buang lagi ke laut dan diberikan secara cuma-cuma pada penduduk lainnya yang tidak melaut. Namun, pada musim barat ini nyamuk-nyamuk juga banyak berkeliaran di lingkungan sekitar rumah masyarakat. Menurut beberapa warga, memang pada musim ini rentan sekali terjangkit penyakit malaria. Hal itu disebabkan pada musim barat ini hujan sering turun di wilayah ini, akibatnya banyak nyamuk-nyamuk dari hutan yang datang ke pemukiman warga. Tapi, belum ada penyakit serius yang melanda Dusun Pintau selama musim barat ini. Karenanya, saat kami bercerita mengenai ketakutan kami akan penyakit malaria waktu kami ditempatkan di Pulau Maya, masyarakat disana langsung menepis anggapan tersebut. Menurut mereka, daerah yang rentan terkena malaria di daerah pulau-pulau kecil yang terdapat di Pulau Maya seperi Pulau Karimata, Dusun Betok dan lain sebagainya.
Kampung yang terkenal dengan hasil ikannya ini sebenarnya masih memiliki banyak kekurangan. Seperti yang telah disebutkan diatas, tempat penampungan air, cara pengelolaan hasil laut, dan lain sebagainya. Belum lagi tidak adanya koperasi sejenis Koperasi Unit Desa (KUD) dan Koperasi Simpan Pinjam, membuat masyarakat kesulitan dalam mengelola keuangan. Ibaratnya hasil yang didapat habis untuk saat itu saja. Tidak ada pengelolaan yang baik untuk meningkatkan perekonomian keluarga para warga disana.
Dua bulan di Dusun Pintau benar-benar membuatku jatuh cinta. Aku benar-benar terkena cinlok atau yang akrab disebut cinta lokasi. Aku rasa masih kurang kebersamaanku di Dusun Pintau ini selama dua bulan. Panorama alam dan udara yang bersih jarang sekali kudapatkan di Kota Pontianak, tempatku tinggal. Kampung ini benar-benar masih asri, suara jangkrik dan katak menghiasi sunyinya malam. Suara burung-burung di pagi hari menambah semaraknya alam di Dusun Pintau.
Teman-temanku berkata bahwa kami sangat beruntung ditempatkan di Dusun Pintau ini karena masyarakatnya sangat ramah dan pengertian. Makanya muncul lah pernyataan, “Ada cinta di Pintau…Anyau e…”. Anyau adalah kata yang berasal dari bahasa Dusun Pintau yang berarti tanah atau lumpur. Di tempat ini juga kami belajar berbahasa. Aku dapat banyak sekali pengetahuan mengenai bahasa yang digunakan masyarakat sini. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Melayu Kayong Utara karena mayoritas penduduk disini bersuku Melayu. Selain itu, ternyata dialek dan kata per kata yang mereka gunakan berbeda dengan mayoritas Melayu Ketapang lainnya. Jadi, antar desa, kecamatan dan dusun memiliki logat dan bahasa yang berbeda.
Ada beberapa kata yang berbeda antar warga yang berasal dari daerah yang berbeda pula. Misalnya, untuk menyatakan persetujuan, biasanya menggunakan aok am atau aok te, begitu: gian e, gitu ke, gian te. Dan masih banyak lagi variasi kata dan bahasa yang aku dengar. Kecepatan berbahasa juga kadang membuat aku dan teman-temanku bingung dengan apa yang masyarakat katakan. Sampai-sampai temanku berkata “Maaf Pak, Bu, bisa dipelankan sedikit ndak? Kamek tak paham kalo ngomongnye kecepatan…” hingga kadang kami ditertawakan oleh mereka. Mungkin mereka beranggapan kami – notabene mahasiswa yang berpendidikan tinggi – mengerti dengan bahasa yang mereka gunakan karena sama-sama berbahasa Melayu. Tapi ternyata Melayu yang berbeda yang dipakai disini.
Dua bulan yang takkan pernah kulupakan. Banyak pelajaran yang bisa kuambil dari pengalaman ini. Panorama yang indah, kultur masyarakat yang unik, bahasa yang bervariasi, tradisi yang beragam, dan lain sebagainya membuatku tidak akan melupakan kisah ini. Ini adalah lembaran baru dalam buku kisah hidupku di dunia. Dusun Pintau yang penuh cerita.

Sabtu, 02 Mei 2009

Ketika Ilmu Pengetahuan dan Agama Bertarung


*Kisah singkat dari Novel Best Seller, Angels and Demons, karya Dan Brown

Dan Brown merupakan salah satu penulis novel yang jenius. Tema-tema yang diusung dalam novelnya selalu menjadi best seller dan mengundang perhatian publik, The Da Vinci Code misalnya. Salah satu novel best seller-nya, Malaikat dan Iblis atau dalam judul aslinya, Angels and Demons. Malaikat dan Iblis diawali dengan faks yang diterima oleh Robert Langdon, seorang Dosen Simbologi di Harvard University, Amerika Serikat. Faks yang diterima Langdon berasal dari sebuah institusi penelitian yang bernama CERN yang berpusat di Jenewa, Swiss. Faks tersebut menggambarkan seorang lelaki yang dibunuh dengan sebuah stempel yang berasal dari sebuah kelompok yang bisa dibilang telah punah, Illuminati.
Illuminati merupakan kelompok persaudaraan kuno yang mengagungkan ilmu pengetahuan. Kelompok ini juga sempat berseteru dengan kalangan agamawan yang berasal dari Gereja Katolik, Roma. Terutama saat Galileo menemukan teori Heliosentris dan mematahkan teroi Geosentris yang dicetuskan oleh kalangan Gereja Katolik. Karena pada waktu itu kekuasaan gereja sangat kuat, maka Galileo ditangkap dan dihukum karena teorinya itu. Melihat itu, kalangan ilmuwan marah. Mereka membenci tindakan yang dilakukan pihak gereja kepada Galileo yang mereka anggap menghina Ilmu Pengetahuan. Pada zaman itu juga, beberapa orang dari kelompok Illuminati yang menentang Gereja Katolik secara terbuka dibunuh dan mayat-mayat mereka disebar di jalanan. Peristiwa itu membuat kaum Illuminati menarik diri dan mencoba untuk meneruskan kegiatan Persaudaraan mereka sembunyi-sembunyi.
Dan sekarang, kaum itu muncul kembali setelah berabad-abad menghilang. Fakta tersebut mengguncang ahli Simbologi, Robert Langdon, yang langsung pergi ke markas CERN di Swiss. CERN dipimpin oleh seorang pria lumpuh yang bernama Maximilian Kohler yang sangat jenius. Lelaki yang terbunuh dan ditandai dengan stempel illuminati itu adalah sahabat Kohler, Leonardo Vetra. Seorang Ilmuwan yang juga sangat mencintai agama. Ilmuwan yang sangat jenius di institusi penelitian tersebut. Pastor sekaligus ilmuwan.
Di markas besar CERN itu Langdon melihat mayat Vetra yang sengaja belum dipindahkan dari tempatnya. Langdon bergeming melihat mayat itu, sebelah matanya dicungkil. Di tempat itu juga Langdon bertemu dengan anak angkat Leonardo Vetra, Vittoria Vetra. Vittoria sangat menyayangi ayahnya dan terpukul saat mengetahui ayahnya dibunuh. Saat itu juga, Kohler mengajak Robert Langdon dan Vittoria Vetra ke laboratorium tempat Leonardo Vetra bekerja. Kohler curiga ada sesuatu yang dicuri di laboratorium Vetra berkenaan dengan pembunuhan Leonardo Vetra.
Ternyata selama melakukan pekerjaan di laboratorium bawah tanah itu, kedua anak beranak Vetra menciptakan sesuatu zat yang sangat berbahaya sekaligus sangat berguna di muka bumi ini, yaitu antimateri. Zat tersebut bisa meratakan kota dengan tanah. Dan akses untuk memasuki ruangan tersebut diperlukan mata Leonardo dan Vittoria sebagai kuncinya. Dari situ terbukalah misteri dicungkilnya mata Leonardo Vetra.
Setelah itu, Kohler mendapatkan pesan dari seseorang yang menyuruh Robert Langdon dan Vittoria Vetra terbang ke Vatikan City, Roma. Tanpa sempat berpikir dan berkemas, Robert dan Vittoria bergegas pergi ke Vatikan dengan pesawat yang sudah disiapkan. Sesampainya di Vatikan, mereka bertemu dengan pengawal Vatikan City yang bernama Garda Swiss. Saat itu tengah diadakan pemilihan Paus baru menggantikan Paus lama yang tiba-tiba meninggal karena stroke.
Banyak peristiwa yang terjadi di Vatikan City berhubungan dengan antimateri yang dicuri dan pembunuhan Leonardo Vetra. Kesemua itu berhubungan dengan kelompok persaudaraan Illuminati. Kelompok persaudaraan itu mengancam akan mengacaukan pemilihan Paus yang baru dengan meledakkan antimateri di Vatikan City pada malam itu juga. Kelompok Illuminati ingin membalas dendam kepada Gereja Katolik yang dulu pernah membunuh anggota Illuminati di depan umum. Pada saat pemilihan Paus inilah sejarah tersebut akan berulang, Illuminati akan membunuh calon Paus atau kardinal di depan publik dengan cara yang tak terduga. Robert Langdon dan Vittoria Vetra harus berhadapan dengan sesuatu yang tak terduga. Mereka harus memecahkan misteri sebelum para kardinal itu dibunuh satu per satu.
Robert dan Vittoria mencari sandi yang diberikan oleh kelompok Illuminati yang menelepon ke kantor kardinal. Mereka memeriksa arsip kelompok Illuminati yang disita kalangan Gereja Katolik Roma. Akhirnya mereka menemukan kunci di buku karangan Galileo Galilei di salah satu arsip tersebut. Mereka menemukan 4 cara pembunuhan yang akan dilakukan kaum Illuminati yang berkaitan dengan simbol yang mereka agungkan di buku karangan Galileo tersebut, yaitu tanah, air, api dan udara. Dan memang benar, keempat kardinal itu dibunuh dengan cara yang berbeda-beda: dibakar, disumpal dengan tanah, paru-paru ditusuk dengan pisau dan ditenggelamkan di dalam air.
Dari kesemua misteri itu, Vittoria sempat disandera oleh pembunuh yang bernama Hassassin itu hingga akhirnya diselamatkan oleh Robert Langdon. Dari tempat Vittoria disandera – yang merupakan markas besar Illuminati – Robert Langdon mengetahui bahwa dalang dari semua ini berasal dari kalangan gereja. Karena dari tempat itu ternyata memiliki jalan pintas ke gereja utama. Pada akhirnya, Robert Langdon dan Vittoria Vetra dikejutkan dengan kedatangan Kohler ke Gereja untuk menemui Penasihat Paus, Sang Camerlengo Ventresca.
Dari pertemuan mereka berdua, tersibaklah semua tabir yang menyelubungi peristiwa yang terjadi dalam semalam itu. Ternyata yang memerintahkan Hassassin membunuh para cardinal dan Leonardo Vetra adalah Ventresca. Karena dia tidak setuju dengan keputusan Paus untuk mempersatukan Ilmu Pengetahuan dan Gereja. Ventresca jugalah yang membunuh Paus dengan racunnya, bukan karena sakit stroke. Semua misteri ini berujung pada Ventresca yang ternyata anak kandung dari Paus yang dibunuh hasil perkawinan tabung karena Paus sangat mencintai agamanya. Dengan kejadian itu, Paus sangat berterima kasih dengan ilmu pengetahuan. Akan tetapi karena kesalahpahaman, terjadilah semua kejadian ini bahkan antimateri yang berbahaya itu disembunyikan oleh Ventresca juga. Akhirnya, antimateri dibawa oleh Ventresca dan Langdon dengan helikopter dan diledakkan di atas Vatikan City.

Jumat, 24 April 2009

Diskursus Tahap Pertama CAIREU Berakhir


Diskursus tahap pertama yang diadakan Center for Acceleration of Inter-Religious and Ethnic Understanding (CAIREU) STAIN Pontianak berakhir hari ini, Kamis (23/04). Diskursus seputar teori konflik dan penanganannya yang disampaikan Direktur CAIREU, Eka Hendri ini dihadiri beberapa aktivis mahasiswa, seperti Lembaga Perlindungan Anak (LPA) dan Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI).

Menurut Ketua Presidium PMKRI Santo Thomas More Pontianak, Hendrikus Adam, kegiatan ini sangat bermanfaat terutama bagi orang-orang atau lembaga yang memang concern di bidang perdamaian.

“Saya sangat mengapresiasi kegiatan ini, karena urusan konflik dan perdamaian adalah urusan kita semua. Pada diskursus ini saya mendapat ilmu baru mengenai teori-teori konflik dan bagaimana penyelesaiannya”, ujar Adam.

Dalam diskusi kali ini, Eka memaparkan tentang cara terbaik menyelesaikan konflik. Menurutnya, konflik hanya bisa diselesaikan oleh pihak yang terlibat konflik itu sendiri. Solusi-solusi yang ditawarkan berupa negosiasi dan mediasi dengan melibatkan pihak ketiga yang dipercaya oleh kedua pihak yang bertikai dan benar-benar tidak memihak kepada salah satu pihak yang memiliki permasalahan.

“Untuk menyelesaikan konflik diperlukan kerjasama kedua belah pihak yang berkonflik. Pihak ketiga sebagai mediator atau negosiator juga harus berasal dari pihak yang netral, tidak ‘berat’ pada salah satu pihak dan tentunya telah terlatih sebagai mediator yang sudah dipercaya oleh kedua belah pihak”, kata Eka.

Eka mengharapkan, pada diskursus tahap kedua nanti, respon masyarakat umum dan aktivis mahasiswa lebih besar karena ilmu-ilmu seputar konflik dan penyelesaiannya merupakan ilmu terapan yang dibutuhkan di masyarakat.

“Pada diskursus kedua nanti, kami lebih menekankan pada praktek penyelesaian konflik karena saya pikir ini adalah ilmu terapan yang kasusnya sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Dari hal yang paling kecil dulu lah, seperti permasalahan keluarga, bagaimana mediasi yang kita lakukan antara kedua belah pihak yang bermasalah. Semakin sering berlatih maka semakin kita memahami bagaimana solusi terbaik dari konflik itu sendiri”.

Kamis, 23 April 2009

Atasi Masalah dengan Mediasi


Jalan positif untuk mengatasi setiap permasalahan adalah dengan mediasi. Hal tersebut ditegaskan oleh Direktur Center for Acceleration of Inter-Religious and Understanding (CAIREU) STAIN Pontianak, Eka Hendri, AR saat ditemui di kantornya, Rabu (22/4). Menurutnya, sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung No. 1 tahun 2008 yang mengharuskan setiap kasus perdata yang akan ke pengadilan sebelumnya melalui jalur mediasi.

Hal senada diungkapkan oleh Direktur Walisongo Mediation Center (WMC) IAIN Walisongo Semarang, Prof. DR. Ahmad Gunaryo pada saat kunjungannya ke CAIREU beberapa waktu lalu (15-16 April 2009). Kedatangan Ahmad Gunaryo pada waktu itu membahas mengenai penguatan kapasitas organisasi mediasi, peluncuran situs caireu dan sosialisasi mengenai peraturan mahkamah agung tersebut.

“Kami dari CAIREU sedang berusaha memberikan sosialisasi mengenai peraturan mahkamah agung tersebut. Jadi, setiap kasus perdata harus melalui tahap mediasi terlebih dahulu sebelum ke lembaga peradilan, mediasi itu bisa dilakukan baik perorangan maupun lembaga yang telah mendapatkan sertifikat dari Mahkamah Agung”, ujar Eka.

Menurut Eka, saat ini CAIREU tengah menyiapkan rencana untuk membantu hakim-hakim di Pengadilan Agama seputar peraturan tersebut. Di samping itu juga CAIREU berupaya untuk menjalin kerjasama dengan lembaga peradilan guna mensosialisasikan peraturan itu.

“Saat ini kami tengah mensosialisasikan peraturan tersebut kepada masyarakat, jadi mereka tahu adanya aturan baru seputar kasus perdata ini”, ujarnya.

Sambil melakukan sosialisasi, CAIREU juga intensif melakukan kegiatan-kegiatan seputar mediasi. Baik itu kajian maupun pelatihan seputar perdamaian dan konflik.

“Selain kajian, kami juga intensif melakukan training seputar perdamaian dan konflik. Selain itu, kami mencoba mengembangkan potensi menulis dengan situs yang baru saja diluncurkan. Jadi, untuk mengakses informasi, atau artikel yang ditulis oleh anggota maupun volunteer CAIREU, masyarakat bisa mengakses melalui situs www.caireu-mediasipontianak.com”, kata Eka mengakhiri pembicaraan.

Rabu, 22 April 2009

Wajah Demokrasi Indonesia

Pemilihan umum yang tengah berlangsung di Indonesia merupakan salah satu wujud demokrasi yang diagung-agungkan di republik ini. Katanya dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Maka dari itu, proses pemilihan umum yang dilakukan pun berbeda dari yang biasanya. Semuanya atas nama rakyat. Pemilihan umum legislatif kali ini merupakan jalan bagi para calon untuk menerapkan demokrasi dalam artian yang sesungguhnya. Rakyatlah yang berperan penting dalam proses ini. Oleh karena itu, terkadang suara-suara rakyat pun coba ‘dibeli’ oleh mereka yang ingin duduk di kursi panas dewan legislatif. Diimingi dengan beragam janji, rakyat tergugah untuk meramaikan pesta demokrasi kali ini.
Akan tetapi, sepertinya demokrasi di Negara Indonesia tercinta ini belum sepenuhnya murni demokrasi yang sesungguhnya. Buktinya bisa dilihat di beberapa belahan bumi di Indonesia. Pelanggaran terjadi dimana-mana, tuntutan ‘meraung-raung’, demo merajalela, semua terjadi demi terwujudnya demokrasi yang sesungguhnya di bumi pertiwi ini. Semua orang berlomba-lomba mendapatkan simpati masyarakat untuk naik sebagai pejabat di negeri ini. Demi kepentingan siapa? Atau untuk apa?
Pemilihan umum legislatif ini bisa jadi sebagai gambaran awal pemilihan presiden mendatang. Walaupun hasil akhir belum terlihat, kisruh seputar calon presiden dan calon wakil presiden yang akan bertanding di kancah perpolitikan semakin memanas. Masyarakat sudah bisa menilai siapa yang nantinya akan mereka pilih sebagai pemimpin nomor satu di Negara ini. Oleh karena itu, isu-isu miring dan panas pun mulai terlontar dari berbagai pihak yang notabene akan bertarung dalam perebutan kursi panas presiden. Hujatan dan pernyataan yang saling menjatuhkan memenuhi media massa di seantero negeri ini.
Para tim sukses mulai beraksi di lapangan untuk mencari massa. Segala cara dilakukan bahkan dengan ‘membayar’ suara rakyat. Akan tetapi, sepertinya rakyat Indonesia sekarang ini sudah lebih cerdas dalam memilih dan menentukan siapa presiden yang paling cocok untuk mereka. Walau terkadang mereka menerima uang yang diberikan, suara mereka tetap tidak bisa dibeli dengan uang tersebut. ‘Pembeli-pembeli’ suara rakyat itu telah dibodohi. Tanpa mereka sadari, rakyat telah lebih pintar. “Dikasih uang ya diambil, masak dibiarkan, urusan suara belakangan”, begitu pernyataan yang sering terlontar dari mulut masyarakat.
Miris, melihat orang-orang penting di Negara ini beradu pendapat. Tanpa memperhatikan rakyat-rakyat dibawahnya yang mulai muak melihat dan mendengarkan pertengkaran mereka. Tak bisakah mereka mencontoh strategi politik Obama saat menyusun kabinet? Obama mengajak Hillary Clinton, rivalnya pada saat pencalonan bakal calon presiden Amerika Serikat, masuk dalam jajaran kabinetnya. Calon lawan yang menjadi kawan. Di Indonesia malah sebaliknya, apabila tidak naik jadi orang nomor satu maka tidak akan mau ditarik di jajaran pemerintahan dan akan menggunakan segala cara untuk menjatuhkan pemerintahan lawan. Tak pernah jadi kawan.
Tak bisakah para petarung dunia perpolitikan itu berpikir, siapapun yang akan naik nanti semuanya demi kepentingan bangsa Indonesia. Tak perlu jadi orang nomor satu untuk memajukan Indonesia. Apabila memang ingin melihat kesejahteraan rakyat Indonesia, kita harus sama-sama berjuang untuk mewujudkannya. Pemerintah, aparat, pekerja sosial, media bahkan rakyat itu sendiri, bersatu membangun Indonesia. Oleh karena itu, persaingan sehat disertai tindakan dan pikiran yang positif sangat diperlukan dalam ‘pertarungan’ ini. Konflik itu perlu, tapi bagaimana solusi terbaik untuk menyelesaikan setiap konflik dengan positif.

Kamis, 16 April 2009

Sujadi: “Paham aturan itu penting!”

Peraturan dan perundang-undangan sangat diperlukan sebagai kontrol tingkah laku manusia. Di setiap lembaga tentunya memiliki aturan-aturan yang berbeda guna menjalankan setiap aktivitas institusinya. Begitu juga dalam proses Pemilu 2009 ini, undang-undang seputar pemilu ini sudah sangat jelas mengatur proses jalannya pesta demokrasi dewan legislatif di Indonesia. Oleh karena itu, semua pihak yang berkecimpung di dalam proses itu tentunya memahami segala aturan yang tertuang dalam Undang-undang Pemilu 2009. Hal tersebut diutarakan oleh anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Pontianak, Sujadi.

“Setiap aspek dalam Pemilu ini mestinya paham akan aturan yang berlaku seputar Pemilu. Baik itu KPU, Panwas, KPPS, PPK, Caleg, dan sebagainya. Karena apabila kita memahami aturan main itu maka kita akan memahami setiap langkah yang kita lakukan”, kata Sujadi.

Pernyataan itu terlontar terkait dengan banyaknya ‘keluhan-keluhan’ yang mampir ke kantor KPU. Terutama seputar pelanggaran-pelanggaran Pemilu.

“Sebenarnya apabila ada pelanggaran kan langsung ke Panwas saja karena mereka lembaga yang berwenang mengatasi pelanggaran pemilu. Akan tetapi, apabila pihak yang merasa dirugikan itu datang ke KPU ya kita terima dengan baik dan kita jawab apapun tuntutan mereka”, ujar Sujadi saat ditemui di kantornya.

Sejauh ini, tuntutan yang sempat mampir ke KPU datang salah satunya dari Aliansi Caleg Pontianak Timur. Mereka menuntut diadakannya Pemilu ulang dengan alasan adanya kampanye di luar waktu kampanye, politik uang dan nama caleg yang tidak terdafatar di surat suara. Mengonfirmasi permasalahan tidak masuknya nama caleg dalam surat suara, Sujadi mengatakan bahwa KPU sebelumnya telah menginformasikan kepada pimpinan partai politik tersebut bahwa caleg tersebut tidak memenuhi syarat.

“Caleg-caleg yang tidak memenuhi syarat karena tidak ada surat keterangan kesehatan, surat keterangan dari polisi dan kelengkapan administrasi lainnya, langsung kita informasikan kepada pimpinan parpolnya bahwa mereka tidak memnuhi syarat dan dihapus namanya dari DCT”.

Disamping itu, sebelum pemilihan umum berlangsung, KPU sempat mengumumkan di media nama-nama Daftar Calon Sementara (DCS) agar masyarakat, Partai, Panwas, dan caleg itu sendiri dapat mencermati apabila ada kekurangan, kesalahan nama, nomor urut atau ada caleg yang tidak memenuhi syarat tapi ternyata masuk dalam daftar. Untuk selanjutnya dilaporkan ke KPU dan segera ditindaklanjuti oleh KPU untuk dimasukkan ke Daftar Calon Tetap (DCT).

“Tujuan kami waktu itu adalah sebagai klarifikasi dan validasi. Jadi, apabila ada laporan-laporan dari berbagai pihak dan didukung dengan bukti maka akan segera diperbaiki setiap kekeliruan yang ada. Kuncinya adalah kejujuran, bila ada salah satu nama yang tidak memenuhi syarat di DCS ya diinformasikan ke KPU, jangan dibiarkan”, kata Sujadi.

(Borneo Tribune, 16 April 2009)

Kamis, 02 April 2009

Mahasiswa dan Politik

Hingar bingar pesta demokrasi di Kalimantan Barat – baik itu tingkat provinsi, kabupaten maupun kota – membuat semua masyarakat ingin berpartisipasi. Pada pemilu legislatif kali ini banyak bermunculan wajah-wajah baru yang ingin duduk di kursi legislatif. Karena pemilu legislatif bisa dikatakan ‘lapangan kerja’ baru bagi sebagian orang karena jika terpilih maka tidak perlu lagi susah-susah memikirkan pekerjaan. Bisa juga menjadi ajang popularitas, perang intelektual (dari segi visi dan misi), dan peluang-peluang lain yang bisa ditimbulkan dari pemilu legislatif ini.Bahkan tak ketinggalan juga ada beberapa mahasiswa dari perguruan tinggi yang ada di Kalbar ini ikut memeriahkan pemilu legislatif dengan motif yang berbeda-beda tentunya.

Berpartisipasi dalam politik memang merupakan hak setiap orang. Akan tetapi, menjadi complicated ketika mahasiswa juga ikut terjun ke dalamnya. Misalkan nanti terpilih, bagaimana dengan tugasnya sebagai mahasiswa di perguruan tinggi? Apakah harus berhenti kuliah, cuti atau pilihan-pilihan lainnya? Hal-hal seperti ini harusnya dipikirkan secara jangka panjang, bukan jangka pendek. Banyak hal yang harus dipelajari sebelum terjun ke dunia masyarakat.

Apabila ingin berkarir di dunia politik bisa saja setelah selesai menjadi mahasiswa karena perjalanan hidup masih panjang, pengalamanpun telah memadai untuk memahami politik dan masyarakat. Akan terjadi kerancuan ketika masih berstatus mahasiswa menjadi dewan legislatif lalu ada ketimpangan kebijakan, teman-temannya sesama mahasiswa yang mendemo untuk mengubah kebijakan tersebut. Yang lebih parah lagi adalah saat duduk di kursi dewan kita tidak tahu apa yang harus dilakukan karena tidak punya pengalaman.

Oleh karena itu, apabila kita berkeinginan terjun ke dunia politik, dalam hal ini menjadi anggota dewan, kita harus mengetahui terlebih dahulu seperti apa politik itu. Selain itu, kita juga harus paham kondisi masyarakat sehingga tahu bagaimana membuat kebijakan. Yang paling terpenting sebagai mahasiswa yang memiliki keinginan untuk terjun di dunia politik, hendaknya kita selesaikan dulu tugas sebagai mahasiswa di perguruan tinggi. Selain itu juga teori-teori yang telah didapatkan bisa dipraktekkan di masyarakat. Dan tentunya, sebelum masuk ke dunia baru, kita juga harus mempelajari seperti apa dunia itu, baik kelebihan maupun kekurangannya.

LPIC Kalbar Hadirkan Hernowo dalam Seminar Penulisan

Lembaga Pendidikan Insan Cerdas (LPIC) Kalimantan Barat menghadirkan penulis ternama, Hernowo dalam Seminar Penulisan se-Kalbar, Minggu (22/3). Kegiatan yang bertemakan “Quantum Writing: Cara Cerdas Menjadi Penulis Hebat dan Produktif” ini diselenggarakan di Rumah Adat Melayu Pontianak dan mengundang perhatian banyak pihak seperti guru, pebisnis, mahasiswa dan pelajar.

Menurut salah satu guru dari Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 4 Pontianak, Zaitun, kegiatan seperti ini mendatangkan banyak manfaat baginya.
“Melalui kegiatan ini saya bisa memperdalam pengetahuan saya mengenai menulis dan berbahasa,” ungkap Zaitun disela-sela waktu istirahat seminar.
Senada dengan Zaitun, guru Sekolah Dasar (SD) Negeri 34 Pontianak Selatan, Wati Yuliani menambahkan bahwa dengan adanya seminar penulisan seperti ini wawasan dan pengetahuannya mengenai peulisan semakin bertambah, dan yang terpenting adalah dengan mengikuti seminar ini dia bisa menularkan ilmunya kepada anak didiknya di sekolah.

Ketua Panitia seminar, Debi Heristian, mengaku lega dengan antusiasme peserta mengikuti kegiatan ini karena waktu dan tempat awalnya menjadi kendala bagi mereka untuk melaksanakan kegiatan ini.
“Awalnya saya sempat khawatir karena kendala kami adalah masalah waktu, dari kemarin panitia sudah mencari tempat dan waktu yang tepat, tapi tetap saja sudah penuh dengan kegiatan lain,” kata Debi.

Kegiatan yang bekerja sama dengan Radio Mujahidin dan Pro 1 RRI Pontianak ini dibuka secara resmi oleh Asisten II bidang Administrasi Perekonomian dan Kesejahteraan Sosial Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Barat, Drs. Maryadi, M. Si. Maryadi, dalam sambutannya mengatakan menyambut baik kegiatan seperti ini dan mengharapkan akan adanya kegiatan-kegiatan yang serupa seperti ini.

Dalam seminar yang memakan waktu kurang lebih 4 jam ini, LPIC menghadirkan Hernowo sebagai pemateri dan Dr. Aswandi sebagai moderator. Kedua pakar di bidang tulisan ini menarik perhatian para peserta, terlihat dari minat peserta untuk bertanya dan menanggapi setiap perkataan Hernowo. Pertanyaan demi pertanyaan dilontarkan peserta seputar mengembangkan ide, cara menulis dan memperkaya perbendaharaan kata.
Dengan gayanya yang bersahabat, Hernowo menjelaskan bahwa menulis bukanlah hal yang sulit dan setiap orang bisa melakukannya tanpa harus mengerti tekniknya, harus dalam keadaan santai dan bertanggung jawab atas setiap tulisannya.
“Jangan terjebak dengan aturan-aturan yang mengikat saat menulis. Coba abaikan dulu teknik-teknik itu dan menulislah apa yang ingin anda tulis,” ungkap Hernowo.
Disamping itu, satu bagian penting yang berkaitan dengan menulis adalah membaca, Hernowo menyarankan kepada peserta untuk terus membaca. Karena menulis tanpa membaca adalah hal yang mustahil, menulis diperlukan untuk mengikat makna bacaan yang telah dibaca. Hal ini berkaitan dengan potensi manusia yang bisa melupakan sesuatu dengan mudah karena terlalu banyak informasi yang diserap.
“Menulis itu diperlukan untuk mengikat makna bacaan yang telah kita baca, jika tidak ditulis biasanya kita akan melupakan hasil bacaan yang sudah kita baca,” tambahnya lagi.

*Produk Ilegal dan Kesehatan Masyarakat; Semua Pihak Harus Ambil Sikap

Menurut keterangan pers yang diberikan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Pusat, terdapat lima produk makanan yang ilegal alias tidak terdaftar, dan dua diantaranya mengandung melamin. Menyikapi informasi tersebut, Ketua Lembaga Pemberdayaan Konsumen dan Lingkungan (LPKL) Kalbar, Burhanuddin Haris menyatakan, semua pihak harus membantu meminimalisir terjadinya ilegalisme produk makanan di Indonesia. Haris menyatakan itu, saat ditemui di kediamannya, Jumat (20/3).

“Masuknya barang-barang ilegal itu perlu perhatian khusus dari semua pihak. Pertanyaannya adalah, kenapa bisa sampai kecolongan?” ujar pria yang juga mengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Untan ini.

Menurutnya, produk-produk ilegal sangat mudah masuk di Kalbar, karena berbatasan langsung dengan negara tetangga, Malaysia. Ini berkaitan dengan permasalahan ekonomi masyarakat perbatasan, dan pengawasan yang dilakukan aparat di perbatasan.

Ada banyak faktor yang menyebabkan masuknya berbagai produk ilegal tersebut. Diantaranya, permasalahan ekonomi warga perbatasan. Ada 56 pintu masuk di perbatasan Indonesia ke Malaysia. Ini yang menyebabkan barang-barang itu mudah masuk.

”Selain itu, ada indikasi kurangnya pengamanan yang dilakukan aparat, untuk mengatasi hal tersebut,” kata Burhanuddin.

Permasalahan ekonomi merupakan faktor utama lolosnya barang-barang ilegal ke Kalbar. Terutama masalah ekonomi masyarakat yang berada di perbatasan. Tekanan ekonomi berkaitan erat dengan kesadaran hukum masyarakat.

“Saat ekonomi masyarakat tertekan, mereka akan melupakan hukum yang mengikat mereka,” kata pria yang juga menjabat sebagai Ketua Biro Jasa Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Kalbar.

Disamping itu, pengamanan dan strategi bongkar muat yang dilakukan aparat di perbatasan, dirasa masih kurang ‘menggigit’. Terutama masalah keluar masuk barang dari Malaysia ke Indonesia.

“Permasalahan masuknya produk-produk ilegal itu butuh perhatian besar dari semua pihak,” katanya.

Pemerintah, petugas atau aparat perbatasan, dan masyarakat. Kalau mau, pemerintah bisa mengadopsi bongkar muat dari Cina. Misalnya, saat mobil pengangkut barang datang dari Malaysia, mereka harus lapor terlebih dahulu kepada pihak perbatasan yang berwenang. Kemudian, barang-barang di mobil, dipindahkan ke mobil pengangkut dari Indonesia. ”Jadi, barang dipindahkan dari satu mobil ke mobil lainnya, bisa dimonitor dengan mudah,” kata Burhanuddin.

Masuknya produk-produk ilegal itu, tentunya merugikan masyarakat, terutama yang mengandung zat berbahaya, seperti melamin. Hal itu menyangkut kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, Burhanuddin menyarankan pada konsumen, agar selalu teliti sebelum membeli. Konsumen mesti membaca setiap detail dari sebuah produk makanan, dan memahami kandungan dalam produk itu.

Ia dan lembaga konsumen, sudah sering memberikan sosialisasi kepada masyarakat dan pelaku usaha, mengenai produk yang layak dikonsumsi. ”Intinya adalah, selalu teliti sebelum membeli,” katanya mengakhiri pembicaraan.

*Makanan Bermelamin; BPOM RI Bersikap

Wajah Wati (28) terlihat sumringah, saat ditemui di sebuah supermarket di Sungai Jawi, Kamis (19/3). Warga Sungai Jawi Dalam tersebut, tidak terlalu cemas mengkonsumsi makanan, yang sebelumnya diduga mengandung zat berbahaya. Setelah mendengar informasi, bahwa BPOM sudah mengambil tindakan mengenai makanan bermelamin, warga masyarakat merasa lega.

“Awalnya agak kuatir, karena banyak berita yang bilang, banyak makanan berbahaya di supermarket,” katanya.

Berita mengenai makanan bermelamin sudah ada sejak dulu. Namun, masalah itu seolah berhenti begitu saja. Hal itu membuat warga menjad waswas. “Tapi sekarang sudah tak kuatir lagi, kalau sudah ada tindakan dari pusat, dan ternyata tak mengandung melamin,“ katanya.

Siti Hasnah (54) juga mengaku lega dengan hasil pengujian yang dilakukan BPOM RI. Menurutnya, selama ini dia selalu cemas, apabila ingin membeli suatu produk makanan di pasar atau di supermarket.

Informasi yang beredar terlalu banyak dan simpang siur. Tidak jelas mana yang harus diikuti. “Jujur, kami bingung mau ikut berita yang mana. Kalau sudah ada tindakan dari yang berwenang, kan enak,” kata Siti.

Sikap dua orang tersebut, merupakan wujud dari informasi yang diberikan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) bekerja sama dengan Universitas Indonesia (UI), seputar makanan bermelamin. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI dan Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Kalbar, langsung mengambil tindakan. Mereka melakukan pengujian kembali terhadap 10 bahan makanan yang diduga bermelamin.

Kepala BPOM Kalbar, Nurdin Syahrani, saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (19/3), mengatakan, ia berterima kasih kepada YLKI yang sudah memberikan informasi, seputar makanan bermelamin. Sehingga pihaknya bisa memverifikasi kembali kesepuluh produk makanan tersebut. Dari hasil pemeriksaan di lapangan, ada lima produk yang tidak terdaftar, dan lima produk lagi dinyatakan bebas melamin.

BPOM Pusat memiliki alat penguji zat melamin, seperti disarankan World Health Organization (WHO). “Hasil pengujian dari alat ini, tidak terdeteksi zat berbahaya pada makanan-makanan tersebut,” kata Nurdin.

BPOM Pusat sudah mengeluarkan keterangan pers yang menyatakan, lima produk makanan yang terdaftar, tidak terdeteksi zat melamin. Sedangkan dari lima makanan yang tidak terdaftar, ada dua produk yang mengandung melamin.

“Apapun produk yang tidak terdaftar, langsung kami tarik dari peredaran,” katanya.

Jadi, permasalahan produk yang mengandung melamin pada dua produk tersebut, jangan terlalu dipermasalahkan, pasti akan ditarik karena merupakan produk ilegal.

Setelah dilakukan pemeriksaan, lima produk yang tidak terdaftar itu, sudah diamankan dengan cara dimusnahkan. Sisanya, empat produk berlabelkan barang buatan luar negeri, dan satu produk buatan dalam negeri.

Dengan adanya keterangan pers ini, masyarakat diharapkan tidak terlalu pusing dengan makanan yang beredar. BPOM sudah mengambil tindakan dengan menarik semua produk yang tidak terdaftar. Ditambah lagi, pengujian yang dilakukan pada makanan yang diduga bermelamin, menyatakan tidak terdeteksi adanya zat melamin, dalam produk-produk makanan tersebut.

Nurdin menyarankan kepada masyarakat, agar tidak terlalu kuatir dengan makanan yang beredar, karena BPOM sudah menurunkan personelnya, untuk mengamankan makanan-makanan yang diduga tidak terdaftar dan bermelamin.

“BPOM tentunya menomorsatukan masyarakat. Tidak mungkin kami membiarkan masyarakat mengkonsumsi makanan yang berbahaya,” ujar Nurdin.

Peluang Energi Terbarukan

Kalbar memiliki potensi energi terbarukan. Peluang itu ada. Namun, potensi belum banyak digali, karena belum adanya kesamaan pandang antara pemerintah daerah, pusat, dan berbagai pemangku kebijakan. Itulah rangkuman dari seminar Internasional bertema “Peluang dan Ancaman Energi Terbarukan di Kalimantan Barat” di Amphi Theatre, Fakultas Kedokteran Untan, Sabtu (21/3).

Acara dibuka rektor Universitas Tanjungpura Pontianak, Chairil Effendi. Kegiatan diselenggarakan berkat kerja sama antara Borneo Tribune, Tribune Institute, BAPPEDA Kalbar, Universitas Tanjungpura dan Bonn University.

“Energi memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Tetapi penggunaan energi di Kalimantan Barat, dirasakan masih kecil jumlahnya,” kata Chairil, saat membuka kegiatan.

Hadir sebagai pembicara pertama, Oliver Pye dari Bonn University. Ia memulai seminar dengan hubungan antara perubahan iklim dengan kebijakan Uni Eropa dalam permasalahan biofuel. Menurutnya, Eropa memiliki tanggung jawab besar mengenai penggunaan biofuel di dunia.
“Perubahan iklim merupakan permasalahan yang serius dan memerlukan perhatian yang serius pula”, ujar Oliver.

Titik temu permasalahan adalah Global Warming merupakan isu global yang sedang hangat dan memberi efek besar di setiap belahan dunia. Perubahan iklim mengakibatkan kenaikan suhu di berbagai negara dan wilayah dunia.

“Oleh karena itu, Uni Eropa juga memiliki peran penting dalam mengatasi permasalahan ini,” kata Oliver.

Menyikapi permasalahan ini, masyarakat Pontianak, khususnya, dan Kalimantan Barat, umumnya, harus mulai menyadari arti penting menjaga lingkungan. Disamping itu, pemerintah juga mesti ambil bagian. Terutama dalam membuat kebijakan, guna mengatasi permasalahan ini. Terutama memberdayakan sumber daya alam di Kalimantan Barat, menjadi energi baru bagi kehidupan.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kalimantan Barat, Fathan A. Rasyid menyatakan, pemerintah sekarang ini sedang mengembangkan Program Desa Mandiri Energi, dimana desa tersebut bisa memenuhi kebutuhan energi dengan sumber daya yang ada di desa itu sendiri. “Desa Mandiri Energi menggunakan energi alternatif, dalam kehidupan sehari-hari,” kata Fathan.

Pemerintah sudah mulai menemukan beberapa alternatif energi terbarukan. Misalnya energi panel surya, hidro air, jarak, dan lainnya. “Kami sudah pernah mencoba matahari dan air sebagai alternatif energi terbarukan. Misalnya, lampu-lampu 50 watt yang menggunakan energi matahari,” kata Fathan, saat ditemui seusai seminar.

Fathan menambahkan, Kalbar sebenarnya memiliki banyak SDA yang bisa menjadi potensi energi. Akan tetapi, pengelolaan dan pengembangannya masih dirasa kurang, karena masalah pendanaan. Pemerintah harusnya memberikan dana riset dan developmen dalam masalah ini.

Bila Pemda bisa mengembangkan potensi itu, bisa dipastikan Kalbar dapat menjadi daerah exporting province atau provinsi yang sanggup mengekspor energi. Selain itu, pabrik prototype kelapa sawit. Namun, untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan modal besar, tenaga kerja, dan perencanaan yang matang.

Hal senada juga dilontarkan Kepala Pusat Studi Energi Untan, Ismail Yusuf. Menurutnya, energi alternatif bisa diterapkan di Kalbar, seperti tenaga matahari yang disebutnya Photovoltaic.

“Penggunaan strategi ini lebih bersih dan lebih ekonomis, apabila diterapkan di Kalbar. Sudah saatnya, Kalbar menggunakan strategi seperti yang digunakan Spanyol dan Jepang,” kata Ismail.

Di sisi lain, Dekan Fakultas MIPA Untan, Thamrin Usman lebih menekankan pada kekuatan potensi energi baru yang dimiliki Kalbar. Dalam kesempatan ini, Thamrin memberikan contoh penggunaan biodiesel sebagai alternatif energi dan bahan bakar.

“Di Perancis, misalnya, transportasi umum sudah menggunakan biodiesel sebagai bahan bakar baru. Kita sendiri saat ini mulai mencoba mengembangkan alternatif energi yang baru, semoga nanti bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari,” kata Thamrin.

Alternatif energi terbarukan merupakan prospek bagus untuk Kalbar kedepan. Namun, untuk mewujudkan itu semua, diperlukan pengkajian yang dalam dan solusi-solusi yang nyata dari semua pihak.

Karenanya, Pemimpin Redaksi Borneo Tribune, Nur Iskandar dalam ceramah singkatnya mengatakan, Borneo Tribune siap menampung berbagai tulisan, saran dan solusi kongkrit yang berhubungan dengan energi terbarukan di Kalbar. Media memiliki kontribusi dalam permasalahan seperti ini.

“Kami merespon dengan antusias setiap masukan dan tulisan yang berhubungan dengan potensi dan ancaman energi terbarukan, penerapan dan strategi pengembangannya,” katanya. Jadi, media juga memiliki peran penting menyampaikan informasi kepada masyarakat. Bukan hanya seputar pembunuhan, politik dan lain sebagainya.

Dalam rangkaian seminar ini, juga dilakukan penandatanganan Master of Understanding (MOU) antara Bonn University, Oliver Pye, Rektor Untan yang diwakili Pembantu Rektor 4, Muhammad Iqbal, dan Tribune Institute.

Pasar Tradisional Masih Diminati

Keberadaan pasar tradisional ternyata masih diminati, ditengah-tengah maraknya pasar modern, seperti pasar swalayan di Pontianak. Walaupun hujan yang mengguyur Kota Pontianak, membuat sebagian pasar tradisional menjadi becek, tak membuat masyarakat meninggalkan aktivitas berbelanja di pasar tradisional.

Hal ini terlihat dari aktvitas konsumen yang berseliweran di Pasar Flamboyan Pontianak, ditengah beceknya jalan di pasar itu. Aktivitas jual beli di Pasar Flamboyan masih terlihat. Seperti, hari-hari biasanya sebelum diguyur hujan. Tetap ramai dan memacetkan jalan.

”Yang namanya pasar tradisional, kalau hujan tetap becek, tapi saya tetap memilih berbelanja di sini, karena selain harganya murah, juga lebih segar barang-barangnya,” tutur Reni (42), saat ditemui di Pasar Flamboyan.

Selain karena harganya yang terjangkau, pedagang di pasar tradisional juga menjual barang dengan beragam variasi. Jadi, pembeli tinggal memilih di kios mana mereka akan berbelanja.

”Di sini kiosnya beragam, walaupun barang yang dijual sama, tapi kadang harganya juga beragam, tergantung penawaran pembeli. Makanya, saya lebih suka belanja di sini, dibandingkan di supermarket,” kata Reni.

Salah satu pedagang sayur di Pasar Flamboyan, Sarjiyem (57) mengatakan, setiap hari ada saja pembeli yang datang ke kiosnya, walaupun supermarket besar bertebaran di Kota Pontianak. Konsumen, sepertinya tidak terpengaruh dengan hadirnya supermarket besar. Mereka tetap saja belanja kebutuhan rumah tangga di pasar tradisional.

”Alhamdulillah, walaupun supermarket besar banyak di Pontianak, para pembeli masih mau belanja di sini, walau kadang jalannya becek karena hujan,” ujar Sarjiyem, sambil menyusun barang dagangannya.

Sarjiyem yang telah berjualan di Pasar Flamboyan selama 16 tahun, merasa bersyukur karena pasar tradisional masih diminati dan dilestarikan keberadaannya, ditengah maraknya globalisasi di masyarakat.

”Sekarang ini kan serba maju, semua orang maunya yang praktis-praktis. Makanya, saya bersyukur sekali, pasar tradisional masih diminati dan masih dipertahankan keberadaannya,” kata Sarjiyem.

Aktivitas ekonomi di pasar ini, sudah dimulai sejak pukul 03.00 pagi. Pedagang mulai menyusun barang-barangnya di kios mereka. Ada yang mengambil barang dagangan dari luar daerah Pontianak, membereskan lapak-lapak kiosnya, dan lain sebagainya. Disamping itu, pekerja-pekerja lain seperti tukang sapu dan tukang sampah, juga memulai pekerjaannya membersihkan sampah dan genangan air yang mengotori Pasar Flamboyan. Hingga pukul 05.00 pagi, para konsumen mulai berdatangan memenuhi pasar. Mereka seolah berlomba-lomba mencari harga terendah, untuk setiap kebutuhan rumah tangga yang ingin mereka beli.

Mengomentari beberapa kasus pembokaran Pasar Flamboyan beberapa waktu lalu, Sarjiyem berharap, keberlangsungan pasar tradisional tetap dipertahankan oleh pemerintah. Untuk saat ini, tidak ada biaya yang dikeluarkan pedagang dalam menggunakan kios di Pasar Flamboyan. Mereka hanya membayar uang kebersihan. Apabila Pasar Flamboyan diubah, maka sistem yang digunakan juga berubah.

Sebagai tambahan, selain sebagai lapangan pekerjaan bagi pedagang, pasar tradisional juga dibutuhkan konsumen dari kalangan menengah ke bawah, dengan harga barang yang terjangkau.

”Ya, saya harap pasar tradisional ini masih dipertahankan lah, karena tak semua pembeli bise belanje di pasar modern, dan tak semua pedagang mampu bayar sewa kalau pasar ini diubah aturannya”, kata Sarjiyem, mengakhiri pembicaraan.

Bahasa Cerdaskan Masyarakat

Koordinator Peneliti Bahasa Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Barat, Musfeptial, M. Hum, mengatakan sudah saatnya bahasa memainkan peranannya dalam mencerdaskan masyarakat. Pernyataan itu terlontar karena Mus, sapaan akrabnya, melihat beberapa fenomena kesalahan berbahasa yang sudah menjadi kebiasaan di masyarakat.

“Banyak sekali permasalahan yang menyangkut penggunaan bahasa, misalnya, pernyataan ‘Dilarang buang sampah disembarang tempat’ yang sering kita lihat itu sebenarnya salah, kata tunjuk ‘di’ semestinya dipisah karena menunjukkan tempat,” ungkap Musfeptial saat ditemui di ruang kerjanya.

Kesalahan berbahasa kini sudah menjadi darah daging di masyarakat. Banyak sekali kata-kata yang digunakan tidak sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan hal tersebut menjadi sebuah kebiasaan yang tak kunjung selesai permasalahannya. Kata-kata seperti ‘bergeming’ biasa diartikan ‘bergerak’ oleh sebagian kalangan padahal memiliki arti ‘diam’. Hal ini bisa dilihat dari pemakaian kata ‘bergeming’ pada kalimat-kalimat yang ada di media. Misalnya, “Mr. X tetap tak bergeming saat dikonfirmasi mengenai keterlibatannya dalam penyelundupan kayu liar.........” . Dalam kalimat tersebut arti ‘tak bergeming’ diartikan diam, padahal apabila ditilik dari KBBI, ‘bergeming’ memiliki arti ‘diam’. Bukan hanya pilihan kata yang sering mengalami kesalahan, tetapi nalar berbahasa dan logika berbahasa juga diperlukan untuk memahami makna dari kata yang digunakan. Oleh karena itu, penertiban dalam penggunaan bahasa Indonesia sudah sering disosialisasikan ke instansi atau pihak terkait yang melakukan kesalahan dalam penggunaan bahasa Indonesia, baik dari spanduk,baliho, maupun iklan yang dibuat oleh pihak-pihak terkait.

“Balai Bahasa sudah berupaya menyampaikan kritik-kritik penggunaan bahasa melalui media massa. Baik itu penggunaan bahasa oleh pemerintah melalui instansi-instansinya maupun penggunaan bahasa di media massa itu sendiri,” kata Musfeptial.

Sebagai upaya sosialisasi penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, Balai Bahasa Provinsi Kalbar sudah mencoba menggunakan media massa sebagai tempat konsultasi berbahasa. Selain itu, Balai Bahasa Pusat bekerjasama dengan Balai Bahasa di setiap provinsi juga memberikan penghargaan kepada media yang dianggap telah menerapkan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam setiap penulisan beritanya. Semua usaha tersebut dilakukan agar masyarakat mengerti media mana yang bisa dijadikan anutan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Disamping itu, perencanaan undang-undang mengenai kebahasaan sudah mulai dibicarakan di tingkat DPR sebagai kekuatan hukum penggunaan bahasa Indonesia dalam setiap aspek kehidupan masyarakat Indonesia.

“Saatnya kesalahan berbahasa diminimalisir, oleh karena itu diperlukan bantuan semua pihak untuk mewujudkan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam semua aspek kehidupan. Baik itu sosial, politik, lingkungan hidup, dan lain sebagainya,” ujar Musfeptial.

Sabtu, 28 Februari 2009

Tuhan, Manusia dan Alam


Beberapa dekade balakangan ini, bencana alam sering sekali terjadi di Indonesia ini. Di beberapa surat kabar lokal dan nasional beberapa bulan terakhir selalu menampilkan headline mengenai fenomena alam yang sedang melanda Indonesia. Mulai dari banjir yang melanda sebagian kawasan di Pulau Jawa dan Bali. Gempa berkekuatan antara 6 hingga 7 skala richter yang kembali hadir di Sumatera, tanah longsor, dan masih banyak lagi peristiwa yang berkenaan dengan alam yang terjadi di bumi pertiwi kita. Kejadian ini tidak hanya merugikan manusia itu sendiri, tapi juga makhluk hidup lain yang tinggal di dunia ini.
Bencana alam yang sering terjadi tiga tahun belakangan ini banyak diartikan oleh masyarakat karena Tuhan murka dengan manusia. Pernyataan ini terlontar karena memang apabila dilihat beberapa bencana diatas disebabkan karena Tuhan marah melihat ulah tangan-tangan manusia yang tidak bertanggungjawab. Seenaknya mengeksploitasi sumber daya alam yang terkandung di bumi indonesia ini. Akan tetapi, akibat dari hal itu bukan lantas Tuhan murka dengan manusia. Semua hubungan kausalitas itu merupakan hukum alam (baca: sunatullah), siapa yang menanam benih dia juga yang akan memanennya. Artinya siapa yang berbuat maka dia lah yang harus bertanggungjawab.
Alam merupakan sesuatu yang berada di ruang dan waktu yang merupakan ciptaan Tuhan. Sama halnya dengan manusia yang juga berada dalam ruang dan waktu yang sama dengan alam. Bagi mereka yang menganut paham naturalis, alam ini merupakan sesuatu yang sangat suci, sakral. Maka mereka akan memperlakukan alam ini dengan sebaik mungkin. Akan tetapi, karena dalam paham ini alam lebih superior, terkadang “ayat Tuhan” tidak dipandang sebagai sebuah komponen yang utama untuk bisa membaca alam secara keseluruhan (Eka Hendry, 2003: 11).
Fenomena alam yang terjadi saat ini tidak lain dan tak bukan karena manusia belum bisa memaksimalkan potensi akal yang diberikan Tuhan kepadanya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Az-Zumar: 21, yang artinya Apakah kamu tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit, maka diaturnya menjadi sumber-sumber air di bumi kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu menjadi kering lalu kamu melihatnya kekuning-kuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal itu.
Pada ayat tersebut, saya interpretasikan bahwa Tuhan benar-benar memberikan kebebasan kepada manusia untuk berpikir. Bagaimana seharusnya manusia menggunakan akal untuk menjaga dan memelihara tumbuhan yang ada di alam. Bukannya merusak, mengeksploitasi dan menghancurkan, hingga pada akhirnya secara alami penyerapan air oleh tumbuhan berkurang dan air jadi melimpah sampai pada titik meluap menjadi banjir. Ternyata memang benar bahwa ketika manusia bisa mengoptimalkan akal pikirannya dengan mempelajari ilmu alam dengan ayat-ayat Tuhan, maka akan terkandung ilmu yang sangat besar di dalamnya.
Keseimbangan alam sebenarnya bisa terjaga dengan baik apabila manusia memahami keteraturan alam yang ada di dunia. Misalnya, apabila pohon banyak ditebang maka tidak ada lagi penyerapan air di tanah sehingga dapat menjadi banjir, membuang sampah di sembarang tempat juga dapat mengakibatkan banjir, penggunaan zat freon yang terdapat di minyak wangi dan beberapa bahan lainnya dapat menyebabkan pemanasan global dan es di kutub akan mencair, atau pembakaran hutan untuk membuka lahan ternyata bisa mengakibatkan polusi dan kabut asap yang menyebabkan penyakit ISPA, dan masih banyak lagi hal lainnya.
Selain akal pikiran yang diberikan Tuhan kepada manusia, manusia juga memilik nafsu. Baik itu nafsu untuk menjadi lebih baik atau nafsu yang mengarah ke hal yang buruk. Nafsu untuk memiliki uang sebanyak-banyaknya juga terkadang mengalahkan akal untuk berpikir baik atau buruk. Contohnya, penebangan hutan liar di Kalimantan Barat ini akan menghasilkan uang bermilyaran rupiah tanpa melihat akibat yang ditimbulkan. Paham kapitalisme, materialisme, hedonisme dan sejenisnya telah merasuk dalam diri manusia hingga tidak lagi bisa menggunakan akal pikirannya dengan baik. Segala sesuatunya selalu diperhitungkan dengan uang, istilahnya uang selalu dijadikan prioritas utama dalam hidup.
Berbagai realitas diatas bisa berubah selama manusia yang dianggap sebagai pemimpin di muka bumi ini bisa memaksimalkan potensi akal pikirannya. Selain itu, melihat lebih jauh kedepan mengenai akibat apa yang akan terjadi apabila nafsu-nafsu jahat itu masih menghantui manusia. Karena generasi yang akan datang lah yang menikmati hasil dari apa yang telah kita lakukan hari ini. Indonesia sudah terpuruk, jangan sampai 10 tahun yang akan datang negeri ini akan hancur karena ulah tangan manusia itu sendiri. Semoga!

Jangan Jauhi Mereka!


Di salah satu sudut kota, salah satu dari mereka ada yang meringkuk di dalam rumah, terasing dalam ketidakberdayaan mereka. Ada yang hidup diliputi dengan perasaan penuh dendam dan kebencian. Ada yang terbaring lemah menunggu maut menjemput. Bahkan ada yang bisa tertawa lebar menatap masa depan yang masih diliputi misteri kehidupan. Itulah beberapa gambaran manusia yang terkena virus Human Immunodeficiency Virusses (HIV). Virus dengan penyakit yang bernama Acquire Immune Deficiency Syndrome (AIDS) ini seolah menjadi momok dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Banyak yang menganggap penyakit ini adalah penyakit kutukan dari Tuhan karena perbuatan penderita itu sendiri. HIV AIDS merupakan penyakit yang belum ada obatnya di dunia.
HIV adalah virus yang menginfeksi sel-sel yang ada dalam tubuh manusia dan mereplikasinya (membuat copy-an yang baru dari sel-sel tersebut). Virus tersebut juga dapat merusak sel manusia yang bisa membuat seseorang sakit. Pengertian lain dari HIV yang paling mudah dipahami oleh masyarakat adalah hilangnya sistem kekebalan tubuh manusia sehingga mudah terserang penyakit. Virus HIV ini dapat masuk dalam tubuh manusia melalui darah. Seperti yang kita ketahui penularannya bisa melalui jarum suntik yang dipakai bersamaan atau melakukan seks bebas. Seeorang yang terkena virus HIV ini biasanya disebut HIV positif.
Penderita HIV AIDS atau yang biasa disebut Orang Dengan HIV AIDS (ODHA) biasanya tinggal menunggu waktu kapan penyakit itu akan berakhir. Karakter orang-orang yang terkena HIV AIDS ini sangat berbeda-beda. Ada yang bisa menerima kenyataan dan tetap melakukan aktivitas sehari-hari seperti biasa. Dan ada yang memilih mengasingkan diri di rumah karena malu atau takut dengan pandangan masyarakat terhadap dirinya. Dari segi fisik, penderita HIV AIDS masihlah sama dengan manusia normal lainnya. Akan tetapi, ketika virus itu sudah mulai menggerogoti tubuhnya maka akan terlihatlah tanda-tanda orang yang terkena virus HIV ini.
Di Indonesia sendiri banyak berdiri lembaga-lembaga yang menangani permasalahan penderita HIV AIDS. Kebanyakan berbentuk lembaga sosial dan pekerjanya juga kebanyakan dari penderita itu sendiri. Pembinaan yang paling berat dilakukan bagi penderita adalah pembinaan mental. Karena tidak semua orang bisa menerima orang dengan penyakit AIDS ini. Oleh karena itu, seseorang yang terkena penyakit ini biasanya dibina mentalnya terlebih dahulu sebelum terjun ke masyarakat.
Hukum masyarakat dapat dikatakan merupakan hukum terberat yang harus diterima oleh para ODHA. Betapa tidak, omongan, cemoohan, sikap mengucilkan, biasanya datang dari masyarakat itu sendiri. Padahal tidak semua penderita AIDS ini datang dari mereka yang menggunakan obat-obatan terlarang atau mereka yang melakukan seks bebas. Orang yang terjangkit virus ini juga bisa terjadi karena kesalahan penggunaan jarum suntik. Atau yang biasa terjadi adalah hubungan perkawinan tanpa mengetahui latar belakang pasangannya masing-masing. Oleh karena itu, sudah seharusnya lah kita menghargai mereka, sebagai saudara, sebagai sahabat. Orang yang berilmu bukan dari apa yang ia dapatkan tapi apa yang ia hasilkan. Sebagai orang yang berilmu sudah selayaknya kita memberi tahu sesama dengan bahasa yang baik, bukan malah menjatuhkan seseorang karena tingginya sikap arogan dalam diri.

Hukum dan Masyarakat Kalbar


Dalam hubungan bermasyarakat tentunya memiliki sebuah aturan hukum yang jelas. Intinya tentu saja untuk mengikat sesuatu yang dinilai ‘buruk’ untuk dilakukan. Banyak sekali permasalahan yang kita hadapi di Kalimantan Barat. Baru-baru ini terjadi inspeksi mendadak (sidak) Kepala Polisi Republik Indonesia (KAPOLRI) Jenderal Sutanto ke daerah Kalbar. Inspeksi ini berkaitan dengan permasalahan Illegal Logging yang sudah meresahkan masyarakat. Ternyata setelah diusut, di daerah Ketapang, anggota kepolisian juga ada yang terlibat sindikat penjualan kayu ilegal tersebut. Dari permasalahan diatas, dapat kita lihat bahwa pihak kepolisian tidak dapat menjadi patokan sebagai penegak hukum. Toh, mereka sendiri terlibat dengan permasalahan tersebut. Di beberapa lokasi di Indonesia sering kita dengar pemberitaan mengenai anggota kepolisian atau penegak hukum lainnya yang terlibat dengan sindikat Narkoba, terlibat hubungan dengan PSK, dan lain sebagainya. Di Kalbar sendiri, hal yang kecil seperti razia kendaraan bermotot juga sering disalahgunakan oleh oknum kepolisian.
Karena itu, sikap proaktif masyarakat sendiri sangat dibutuhkan dalam penegakan hukum di Kalbar. Pontianak khususnya, sering sekali kita lihat pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan masyarakat. Baik itu yang tampak maupun tidak. Misalnya, pelanggaran lalu-lintas, beberapa orang kita lihat sering melanggar lampu merah di jalan. Entah karena ingin cepat sampai di tempat tujuan atau karena mata pengendara itu bermasalah (baca: buta warna), seenaknya menyalip kendaraan lain atau menggeber kendaraannya dengan kecepatan maksimal. Jika ada kecelakaan, tidak ada satupun yang mau bertanggung jawab, malahan melarikan diri dari lokasi kecelakaan. Selain itu, pencurian listrik juga sudah banyak meresahkan warga, dan merugikan pemerintah tentunya. Akan tetapi, pengusutan di bidang itu sering terbengkalai. Ditambah lagi, sebulan belakangan ini, di beberapa gang di Pontianak atau di jalan-jalan raya sering juga anak-anak kecil terlihat asyik bermain dengan layangannya. Berlari-lari mengejar layangan tanpa melihat keadaan jalan yang sedang ramai. Apabila anak tersebut tertabrak, siapa yang akan disalahkan? Padahal undang-undang tentang permainan layangan yang dikeluarkan Pemerintah Kota telah jelas melarang permainan layangan di jalanan. Lalu bagaimana tindak lanjut dari undang-undang tersebut? Bagaimana Pemerintah menangani hal tersebut? Apakah menunggu korban akibat gelasan layangan baru akan turun melihat?
Sebenarnya permasalahan penegakan hukum tidak mesti diserahkan sepenuhnya dengan pihak-pihak yang bertanggung jawab. Sebagai masyarakat yang taat dan tahu hukum semestinya kita paham ‘wilayah-wilayah’ mana yang harus dijauhi dan dipatuhi menurut hukum. Dalam hal ini kita bisa mencontoh beberapa negara di Eropa seperti Jerman, Belanda dan Perancis. Betapa tertib dan disiplinnya warga disana. Walaupun tidak ada polisi yang berkeliaran mereka tetap mematuhi peraturan lalu-lintas, meski sedang sepi sekalipun. Mereka selalu tepat waktu, membudayakan antri, menghargai orang lain dan memiliki sikap toleran yang tinggi. Melihat kondisi diatas, menurut saya wajar saja bila negara Indonesia ini tertinggal sangat jauh di belakang negara-negara maju seperti itu. Apalagi hanya sebuah Provinsi seperti Kalimantan Barat ini, yang notabene merupakan sebagian kecil wilayah Indonesia. Seperti kata juru dakwah, Abdullah Gymnastiar, mulailah sesuatu dari hal yang kecil, dari diri sendiri dan mulai saat ini. Bila bukan kita yang memulai untuk menegakkan hukum, siapa lagi yang akan melakukannya. Biarlah dari hal-hal yang kecil dulu, misalnya mengantri pada saat mengisi bensin, atau hal-hal lainnya yang membuat kita dapat menghargai setiap detik dan setiap orang di berbagai kesempatan.
Oleh karena itu, dari berbagai paparan diatas, penulis berharap kita semua dapat menghargai hukum yang berlaku di bumi yang kita pijak ini. Baik itu yang tertulis maupun yang tidak tertulis, hukum adat atau negara. Karena untuk menegakkan sebuah aturan bukannya hanya tugas para penegak hukum, tetapi juga tugas kita semua selama kita masih berpijak di Kalimantan Barat ini. Apabila susah untuk menyadarkan orang lain, berusahalah untuk menyadarkan diri sendiri dulu mengenai arti pentingnya hukum dan aturan yang mengikat kita untuk menjadi masyarakat yang tertib dan teratur dalam menjalani kehidupan. Semoga!

Dilema Anak Jalanan


Siang itu matahari bersinar cukup terik. Aku baru saja pulang dari kampus. Aku terus memacu motor di jalan Ahmad Yani yang masih sepi. Tiba-tiba lampu merah menyala di depanku sehingga aku harus memperlambat laju motorku dan berhenti.

Di sampingku ada seorang anak kecil yang menengadahkan kaleng bekas untuk meminta sedekah. Aku tersenyum dan kembali menatap jalanan. Bukan maksud mengacuhkannya, tapi aku melihat anak itu cukup mampu untuk bekerja daripada mengemis.

Lampu hijau telah menyala dan aku kembali menjalankan motorku. Di sepanjang jalan aku terus mengingat bocah itu. Sungguh ironis ketika anak seusianya – sekitar umur 8 tahun – menjadi anak jalanan. Padahal anak-anak lainnya sedang asyik belajar di bangku sekolah.

Aku sempat berpikir, bagaimana penerapan UUD ’45 pasal 34 yang menyebutkan bahwa anak terlantar dan fakir miskin dipelihara oleh Negara. Buktinya, masih banyak anak-anak seperti bocah itu yang berkeliaran di jalanan. Hidup tak tentu arah di jalanan. Tentunya hal ini sudah merupakan tindakan pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia, yaitu hak untuk mendapatkan pendidikan. Akan tetapi, sepertinya pemerintah tidak ambil pusing untuk mengatasi permasalahan ini.

Hampir setiap bulan kita dapat mendengar bahkan melihat berita yang disiarkan melalui media massa mengenai razia anak jalanan. Gepeng! Begitu mereka disebut. Gelandangan dan pengemis yang rata-rata masih mampu untuk bekerja itu dijaring untuk diberikan keterampilan agar dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya. Bukan menjadi anak jalanan.

Entah akan jadi apa bangsa ini jika generasi yang akan datang tumbuh dari lingkungan seperti itu (baca: jalanan). Anak-anak itu nantinya akan menjadi generasi penerus, pemimpin dan pemegang tongkat estafet zaman. Oleh karena itu, kita juga harus berpikir bagaimana menjadikan mereka anak-anak yang berguna bagi bangsa. Bagaimana menjadikan mereka pemimpin bangsa dengan tangan dan harta yang kita miliki. Masih banyak yang dapat kita lakukan untuk mereka. Waktu, tenaga dan harta masih dapat kita berikan selama kita mampu. Akan tetapi, niat dan kemauanlah yang menentukan semua itu.