Minggu, 24 Februari 2008

TOLERANSI, PERBEDAAN DAN KONFLIK


Beberapa waktu lalu warga Pontianak disuguhkan peristiwa yang membuat hati resah. Konflik yang melibatkan individu dari suku Melayu dan individu dari etnis Tionghoa sempat memicu api kemarahan antar etnis tersebut. Berbagai isu mulai bermunculan seputar penyebab konflik itu terjadi. Hal tersebut membuat beberapa orang yang berasal dari kedua etnis itu terpancing amarah dan mengakibatkan kejadian yang tidak kita inginkan bersama. Untungnya, kedua pihak yang bertikai telah sepakat berdamai pada Senin, 24 Desember 2007 di kediaman walikota Pontianak Bapak dr. Buchary A. Rahman. Kejadian ini merupakan konflik yang kesekian kalinya di Kalimantan Barat ini. Bisa jadi hal ini membuka sedikit kenangan masa lalu tentang kejadian serupa (baca: konflik antar etnis) di beberapa titik rawan wilayah Kalimantan Barat. Entah sudah berapa kali konflik yang melibatkan etnisitas ini terjadi, baik itu yang terjadi antara Dayak-Melayu, Dayak-Madura, Madura-Melayu, China-Melayu, dan sebagainya (Ibrahim MS, 2005: 80).

Konflik yang terjadi itu dapat disebabkan oleh banyak faktor. Misalnya karena permasalahan pribadi (baca: individu), permasalahan politik, permasalahan ekonomi, permasalahan sosial dan lain sebagainya yang akhirnya merambah pada kawasan etnisitas dan rasis. Biasanya permasalahan komunikasi juga bisa memicu terjadinya konflik tersebut. Baik itu komunikasi verbal (dalam hal ini bahasa yang digunakan masing-masing etnis) maupun komunikasi non verbal (seperti body language, mimik wajah, dan sebagainya). Konflik yang baru terjadi beberapa waktu lalu – yang dikenal dengan kasus gang 17 – sebenarnya tidak perlu terjadi. Begitu juga dengan konflik-konflik yang terjadi sebelumnya. Terkadang ego manusia dapat mengakibatkan akal dan hati tidak berjalan sebagaimana mestinya. Stereotype atau image yang telah ‘dibangun’ di dalam pikiran kita terkadang masih berisi kejelekan-kejelekan suatu kelompok tanpa mau mempertimbangkan sisi positif dari kelompok tersebut.

Untuk menghindari peristiwa serupa terjadi lagi, perlu kiranya bagi kita menanamkan sikap toleransi yang selama ini hanya kita dapatkan teorinya di bangku pendidikan formal. Ibrahim MS dalam bukunya Problematika Komunikasi Antarbudaya menawarkan beberapa solusi yang bisa menjadi bahan renungan untuk kita. Pertama, fahami diri dan orang lain. Pertanyaan yang mungkin timbul dalam benak kita adalah sudah fahamkah kita dengan diri sendiri? Kemampuan mengenal diri sendiri merupakan kunci untuk mengatasi kekurangan dan kelemahan yang ada dalam diri sendiri. Ada kalanya mengoreksi orang lain lebih mudah dibandingkan mengkritisi diri sendiri. Dalam satu hari tak terhitung berapa kali kita mengomentari hasil kreativitas orang lain tanpa mau melihat proses yang dilaluinya. Pernahkah kita renungkan seberapa hebatnya diri kita dibandingkan dengan orang lain?

Kedua, sikapi perbedaan secara wajar. Lagi-lagi kembali kepada sifat egois yang ada dalam diri manusia. Merasa dirinya yang terbaik, terhebat, terkaya, dan ter...lainnya membuat kita tidak bisa menyikapi sebuah perbedaan secara wajar. Misalnya, orang dari suku Melayu iri dengan orang dari suku China karena keberhasilannya dalam bidang ekonomi, atau sebaliknya membuat jurang pemisah antar kelompok tersebut semakin jauh. Kita tidak mau menyikapi sebuah perbedaan dengan pikiran positif. Bila kita sedikit saja mau berpikiran bahwa perbedaan itu sebuah anugerah yang diberikan Tuhan, mungkin saja sebuah kedamaian dapat tercipta di bumi khatulistiwa ini. Perbedaan dapat kita sikapi dengan baik jika kita menyadari satu manusia dengan manusia yang lainnya merupakan simbiosis mutualisme, saling membutuhkan dan saling melengkapi. Misalnya, orang kaya tidak akan ada tanpa orang miskin, sifat rajin tidak akan tercetus jika tidak ada sifat malas, dan begitu sebaliknya.

Ketiga, pelajari mengapa mereka berbeda. Perbedaan budaya, karakter individu, dan sebagainya dalam sebuah lingkungan penting untuk dipelajari. Bila kita telah dapat menyikapi sebuah perbedaan dengan wajar, kita pasti akan dapat memahami mengapa orang-orang di luar kita memiliki kultur yang berbeda. Misalnya perbedaan tutur kata dan bahasa antar etnis yang berbeda-beda, atau perbedaan lingkungan tempat tinggal yang menyebabkan karakter individu yang kuat. Seperti seorang anak dari suku Dayak yang dibesarkan di lingkungan yang mayoritas suku Melayu akan memiliki karakter yang berbeda dengan anak-anak dari suku Dayak kebanyakan, begitu juga sebaliknya.

Inti dari solusi konflik diatas adalah bagaimana kita dapat bertoleransi, memahami setiap perbedaan yang ada. Sudah saatnya kita bersikap terbuka, berjiwa besar dan berlapang dada menerima perbedaan yang terjadi antara kita. Terkadang konflik yang terjadi hanya karena masalah-masalah kecil yang merambah ke wilayah yang lebih besar. Mungkin konflik yang selama ini terjadi tidak bisa lagi kita katakan konflik antar etnis tapi konflik antar kelompok sosial. Karena apa, bahasa ‘antar etnis’ yang digunakan terlalu luas sedangkan ‘antar kelompok sosial’ lebih mengacu pada suatu kelompok yang ada pada etnis tertentu. Jadi, jika selama ini kita beranggapan orang Madura itu kasar kita dapat mengubah pemahaman itu menjadi hanya sekelompok orang Madura yang kasar. Begitu juga dengan etnis yang lainnya karena bila kita melihat konflik yang terjadi selama ini hanyalah permasalahan sekelompok orang yang ada pada sebuah etnis dan pada akhirnya terbawa pada keseluruhan dari etnis tertentu.

Melalui tulisan ini, saya ingin mengajak kepada seluruh pembaca untuk mencoba memahami orang lain ketika orang tersebut berbuat kesalahan dan selalu berpikiran positif. Artinya, kebesaran hati kita dalam menyikapi sebuah permasalahan merupakan satu hal yang dapat menghindari terjadinya konflik. Mustahil memang membuat seluruh warga Kalbar ini sadar dengan perbedaan yang ada, terlebih lagi ketika sikap individualis dan primordialis mendera diri kita. Akan tetapi, sebagai sesama manusia yang notabene makhluk sosial, tidak ada salahnya kita saling mengingatkan, mencoba membuka sedikit pikiran, hati dan pemahaman kita tentang perbedaan yang ada di sekitar kita. Semoga!

0 komentar: