Minggu, 24 Februari 2008

KONGRES KEBUDAYAAN, MILIK KITA BERSAMA

Kongres kebudayaan yang digagas Chairil Effendy (02/11) patut diperhitungkan. Selama ini topik yang dibicarakan selalu saja seputar politik, ekonomi, dan sosial. Akan tetapi, permasalahan kebudayaan jarang sekali timbul ke permukaan. Sekalipun muncul, hanya perbedaan kebudayaan yang menimbulkan konflik yang diangkat. Masyarakat pun sepertinya sudah bosan dengan konflik yang selalu meresahkan. Sudah saatnya kita berusaha untuk mengurangi konflik tersebut. Salah satu caranya dengan menggagas kongres kebudayaan itu. Akan tetapi kendalanya, kongres kebudayaan ini tidak akan berjalan tanpa ada yang memprakarsai. Terserah siapa nanti yang akan memunculkan kongres ini ke permukaan, yang pasti dengan adanya kongres ini diharapkan mampu meminimalkan konflik yang terjadi di Kalbar karena kongres ini milik kita bersama.

Dengan beragamnya budaya di Kalimantan Barat ini sangat memungkinkan sekali munculnya konflik. Padahal, kalau mau dilihat dari sisi positifnya, banyak sekali hal yang bisa diangkat dari heterogenitas budaya. Misalnya melakukan kegiatan bersama yang berupa seminar, pelatihan, kegiatan amal, dan masih banyak lagi hal positif lainnya yang bisa dilakukan. Keseluruhan aktivitas itu dapat dirancang dalam satu forum yaitu Kongres Kebudayaan.

Dilihat dari segi organisasi kepemudaan ataupun masyarakat, sudah banyak kita temukan organisasi-organisasi yang berbau primordial (baca: kedaerahan) di Kalimantan Barat – Pontianak khususnya. Seperti Ikatan Pemuda Dan Mahasiswa Kapuas Hulu (IPMKH), Himpunan Mahasiswa Madura (HIMMA), Perkumpulan Masyarakat Bugis, Majelis Adat Budaya Melayu (MABM), Majelis Adat Budaya Tionghoa (MABT), dan entah apa lagi perkumpulan yang berbunyi senada lainnya. Daripada seluruh organisasi itu berjalan sendiri-sendiri dan hanya dengan ‘kaum’ masing-masing, lebih baik mereka berhimpun dalam satu forum musyawarah seperti kongres kebudayaan ini.

Kongres kebudayaan yang mungkin nanti akan ada yang memprakarsai, tentunya dapat menjadi tindakan preventif terjadinya konflik. Perbedaan budaya yang sering menjadi pemicu konflik mungkin dapat diminimalisir dengan adanya kongres kebudayaan. Sudah cukup penderitaan yang dirasakan oleh korban-korban konflik yang tersebar di beberapa daerah di Kalimantan Barat ini. Oleh karena itu, sebagai manusia yang mengaku cinta damai sudah sepatutnyalah kita bersatu dalam kebudayaan yang berbeda. Menyepakati satu mufakat yang nantinya bermanfaat bagi kemaslahatan umat karena kongres ini adalah milik kita bersama.

Selain sebagai forum musyawarah, kongres ini nantinya dapat menjadi tempat berkumpul dan mengenal budaya-budaya baru yang mungkin belum kita ketahui. Disamping itu, pertemuan ini juga nantinya dapat menjadi ajang silaturahmi bagi kita. Menambah saudara, teman dan kerabat dan dapat mempererat ukhuwah diantara kita. Apabila kongres ini sudah terlaksana, mungkin saja akan ada kesepakatan baru mengenai cara mengurangi konflik di Kalbar. Karena isu ras untuk memprovokatif seseorang masing sering digunakan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Baik itu untuk menjatuhkan lawan politik atau lawan ekonomi-nya. Kalau hal itu sudah terjadi, konflik ras akan muncul lagi di Kalbar ini. Bukankah kita ingin masyarakat Kalbar ini hidup di bumi borneo dengan damai?

0 komentar: