Sabtu, 16 Agustus 2008

BANGSA YANG TIDAK DICINTAI RAKYATNYA

Momen Tujuh Belas Agustus merupakan momen yang paling ditunggu-tunggu seluruh rakyat Indonesia. Pada hari itu negara Indonesia tercinta ini berumur 63 tahun. Seluruh rakyat Indonesia bersuka cita menyambut hari kemerdekaan Indonesia. Berbagai kegiatan digelar, mulai dari perlombaan, pembacaan doa selamat sekaligus makan-makan, seminar, dialog publik, dan lain sebagainya. Apakah seperti itu wujud nasionalisme yang ditunjukkan rakyat Indonesia menjelang kemerdekaan Indonesia? Ataukah ‘ritual-ritual’ seperti itu hanyalah formalitas, sebuah simbol, yang wajib dilaksanakan untuk menyambut kemerdekaan Indonesia?

Indonesia, sebuah negara yang besar di Asia Tenggara, terkenal dengan luas wilayah, penduduk, dan potensi-potensi lainnya yang terdapat di alamnya yang asri, saat ini tengah mengalami keterpurukan. Penulis katakan bahwa Indonesia merupakan bangsa yang tidak dicintai rakyatnya. Mengapa? Beberapa tahun belakangan ini, bisa dihitung berapa kali bencana alam melanda Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Berapa banyak jumlah aksi kriminalitas yang disiarkan di media-media elektronik maupun cetak di negeri ini. Berapa banyak hasil bumi Indonesia dikeruk oleh anak-anak bangsa yang tidak memikirkan akibatnya. Dan masih banyak pertanyaan lainnya yang harus kita jawab sebagai rakyat yang mengaku cinta bangsa Indonesia.

Di usia yang sudah cukup tua (baca: 63 tahun), kita sebagai rakyat Indonesia diingatkan untuk selalu menjaga bangsa ini. Baik melalui prestasi, nama baik, dan sebagainya. Generasi muda yang harusnya bisa memaknai dan merenungkan arti ‘kemerdekaan’ pada 17-an kali ini justru menghilangkan makna ‘kemerdekaan’ itu sebenarnya. Lihat saja di sepanjang jalan-jalan di kota Pontianak, pemuda-pemuda memperingati hari besar nasional ini dengan memutar lagu house music di tepi-tepi jalan sambil berdisko dengan teman-teman yang lain. Selain itu, jalanan menjadi ramai karena menjadi ajang kebut-kebutan para anak-anak muda. Tak lupa pula aksi mereka ditemani minuman beralkohol yang biasanya berujung pada perkelahian. Apa seperti itu cara kita merepresentasikan peringatan kemerdekaan?

Apabila direnungkan kembali cara kita merepresentasikan rasa cinta kepada Indonesia. Apakah sudah benar cara yang kita lakukan. Mari kita lihat apa yang terjadi di jalan-jalan di seputar kota Pontianak. Pengguna kendaraan bermotor biasa dengan seenaknya melanggar rambu-rambu lalu lintas. Aturan-aturan yang diberlakukan di jalan seperti tidak ada artinya. Kebut-kebutan di jalan yang padat kendaraan, seenaknya melanggar lampu lalu lintas hingga kecelakaan tidak dapat terelakkan. Hingga menggunakan kendaraan-kendaraan yang tidak ramah lingkungan sehingga menimbulkan polusi udara dan polusi suara.

Selanjutnya, penggunaan hasil hutan dan hasil bumi yang tidak efisien. Coba kita lihat berapa banyak hutan yang ditebangi demi mempertebal kantong sendiri. Selain itu, ada juga yang membakar hutan untuk kepentingan sendiri sehingga kabut asap tidak dapat dihindari. Hasil bumi seperti emas dan intan juga dikeruk demi memuaskan kehidupan pribadi pengusaha. Akhirnya pencemaran lingkungan tidak bisa ditanggulangi lagi. Sungai-sungai telah tercemar dengan limbah sehingga rakyat tidak lagi dengan leluasa menggunakan sungai tersebut. Belum lagi sampah yang memenuhi sungai dan beberapa tempat di kota-kota besar membuat Indonesia semakin terlihat kumuh dan terpuruk. Belum lagi bencana alam yang terjadi dimana-mana, banjir, gempa bumi, kabut asap, dan lainnya. Penyakit-penyakit juga tersebar pada rakyat Indonesia, terutama pada orang-orang miskin. Semua hal tersebut membuat mereka semakin menderita. Karena rumah sakit-rumah sakit yang ada di negeri ini terlalu mahal untuk dijangkau oleh mereka walaupun kartu Asuransi Kesehatan (Askes) telah mereka miliki.

Dan apa penyebab semua itu? Karena Indonesia tidak dicintai rakyatnya. Rakyat yang mengaku nasionalis dengan merayakan hari kemerdekaan Indonesia dengan bersenang-senang padahal yang lain tengah menangis. Rakyat yang mengaku cinta negara ini tapi lebih memilih menggunakan produk orang lain. Rakyat yang mengaku besar karena pepatah “bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarah dan pahlawannya” padahal masih ada para pahlawan kita yang sengsara di suatu tempat yang tidak tersentuh pemerintah. Dan yang paling mendasar adalah bangsa Indonesia telah kehilangan kepercayaan di mata negara-negara lain karena kasus korupsi dimana-mana. Rakyat Indonesia telah kehilangan nilai-nilai ketimurannya yaitu kejujuran. Apakah kita termasuk orang-orang yang tidak mencintai bangsa kita sendiri? Ataukah kita hanya mengaku-ngaku cinta Indonesia padahal tidak? Wallahualam bis sawab.

Masih banyak cara yang dapat kita lakukan untuk menjaga nama baik Indonesia di mata dunia. Salah satunya melalui prestasi yang kita miliki. Baik itu dalam bidang kelimuan, seni, musik, dan lain sebagainya. Belum terlambat untuk menunjukkan pada dunia bahwa negara Indonesia bisa menjadi negara yang maju. Lihat saja bagaimana perjuangan pahlawan-pahlawan kita di ajang olimpiade. Walaupun belum bisa mempersembahkan yang terbaik tapi mereka tetap berjuang untuk menjadi yang terbaik. Lihatlah bagaimana pasangan ganda putra Indonesia, Markis Kido-Hendra Setiawan, meraih emas pertama di cabang Bulutangkis, bisa megibarkan bendera Indonesia diiringi dengan alunan Indonesia Raya di Beijing, Cina pada malam 17-an. Atau bagaimana perjuangan anak-anak bangsa pada olimpiade sains yang juga berhasil membuat nama Indonesia dikenal. Dan masih banyak lagi prestasi-prestasi yang bisa diukir untuk membangun bangsa ini menjadi lebih maju dan bisa menghadapi dunia dengan kepala tegak. Kuncinya hanyalah kemauan untuk melakukan perubahan. Semoga!

0 komentar: