Sabtu, 12 Juli 2008

Cintai Budaya Sendiri


Mengikuti sesuatu yang dimiliki orang lain terkadang memang lebih mudah daripada mengembangkan sesuatu yang telah kita miliki. Sama halnya dengan budaya, mengimitasi budaya orang lain lebih mudah ketimbang harus melestarikan budaya sendiri. Contohnya apa yang kini telah terjadi di tengah-tengah masyarakat kita. Budaya-budaya nenek moyang telah terakulturasi dengan budaya orang lain hingga suatu saat nanti – mungkin – kebudayaan itu bisa punah perlahan-lahan.

Globalisasi dan modernisasi yang katanya dapat memberikan dampak positif pada kehidupan masyarakat Indonesia tidak sesuai kenyataan, malahan yang terjadi sekarang adalah westernisasi. Masyarakat tidak lagi menyaring apa yang telah didapat dari “luar” tetapi langsung menelannya mentah-mentah. Hal itu menimbulkan dampak yang sangat signifikan bagi keberlangsungan kehidupan sosial dan budaya masyarakat. Kalimantan Barat terkenal dengan orang Melayu-nya (disamping suku-suku yang lain) yang masih kental adat-istiadatnya. Pakaiannya sopan, rapi dan tertutup. Akan tetapi mungkin itu hanya dapat dilihat pada pola kehidupan masyarakat beberapa tahun ke belakang, karena 10 tahun terakhir ini pergeseran-pergeseran nilai sosial dan budaya mulai terjadi. Hal tersebut dapat kita lihat dari perubahan sikap, life style, dan pola pikir masyarakat.

Masyarakat gampang sekali dipengaruhi terutama dengan semakin banyaknya budaya asing yang masuk tanpa difilter terlebih dahulu. Tayangan-tayangan televisi yang ditampilkan secara tidak langsung memperkenalkan budaya asing kepada masyarakat. Pakaian mulai agak terbuka, gaya bicara yang tidak mencerminkan adat ke-timur-an, gaya hidup hedonis, kapitalis dan materialistis sehingga yang ada di pikiran hanyalah bagaimana cara mendapatkan uang sebanyak-banyaknya tanpa mengedepankan etika dan moral kemudian kehidupan sosial menjadi tidak seimbang karena hanya memikirkan pekerjaan dibandingkan interaksi sosial dengan masyarakat lain. Apakah itu cerminan budaya Indonesia?

Kesalahan mengadaptasi budaya yang datang dari luar tidak bisa sepenuhnya dilemparkan kepada orang lain. Prinsipnya, siapa yang berpikir dengan hati maka hasilnya juga akan menenangkan hati. Artinya, kita memiliki akal, pikiran dan hati untuk mempertimbangkan segala sesuatu, sudah tahu yang mana baik dan yang mana salah. Harusnya kita bisa melihat sesuatu yang baik yang berasal dari luar. Seperti gaya hidup mandiri, disiplin dan pekerja keras. Masyarakat kita cenderung mangikuti pola hidup yang praktis dari luar. Ironisnya, yang terjadi sekarang adalah para remaja yang mulai mengikuti gaya hidup masyarakat barat.

Lingkungan yang kondusif sangat berpengaruh pada pribadi seorang remaja. Semangat hidup yang meluap-luap terkadang membuat mereka ingin menjadi seperti tokoh yang diidolakan. Lihat saja yang terjadi pada remaja yang berada di dekat kita, motor, ponsel, baju gaul, dan sebagainya bukan lagi menjadi barang mewah bagi mereka tetapi sudah menjadi suatu kewajiban bagi mereka untuk memiliki itu semua. Sayangnya, para orang tua juga mau saja mengikuti keinginan anak-anak mereka tanpa memikirkan lagi konsekuensi apa yang harus mereka tanggung ketika terjadi suatu hal seperti tabrakan.

Pengetahuan kebudayaan sangat penting diajarkan pada usia awal anak-anak menjelang remaja. Rasa ingin tahu yang besar terkadang membuat mereka ingin mencoba sesuatu yang baru dikenal. Dengan adanya pemahaman kebudayaan yang baik dalam diri mereka tentu akan mudah melatih mereka menjadi orang yang peka akan lingkungan sekitar dan budaya yang ada. Apabila masyarakat telah mencintai budayanya sendiri, maka mereka akan merasakan bangganya memiliki kebudayaan tersebut. Dan secara otomatis akan selalu berusaha untuk melestarikan kebudayaan itu hingga generasi berikutnya dapat menikmati kebudayaan nenek moyang. Wallahu Alam bis Sawab!

0 komentar: